Cerpen Kado Terbesar - ceritagadiskecil.com : Lifestyle Travel Blogger Medan

Senin, 13 Juli 2015

Cerpen Kado Terbesar

      Tubuh yang dahulu mungil mulai membengkak, pipi seperti bakpau. Gadis itu hampir putus asa dengan apa yang harus di jalaninya setahun belakangan ini. Dari pagi sampai pagi ia bekerja keras untuk memenuhi kehidupan waktu bersantinya harus di korbankan namun sayang hasil tak dapat ia nikmati.

      "Aku lelah Nis," keluhnya pada gadis berkerudung manis.
      "Baru beberapa kali di coba sudah menyerah."
        "Buat apa aku bekerja dari pagi hingga pagi kalau makan nasi saja tak bisa, rasanya pengen udahan." Gadis bersumpipit itu dengan lemah.
       "May, masih mau ngedown gini? Gimana bisa sembuh orang kamunya saja sudah enggan buat nerusi hidup." Nissa menata sahabatnya yang baru saja ia kenal beberapa bulan lalu.

      Masyu menghela nafasnya yang terengah, cobaan berat harus ia lakoni. Makanan yang tak ia suka harus di lahap setiap hari, jika tidak? Nyawa yang akan menanti.

      "Hey, wake up. Lihat sudah berapa banyak yang kamu korbankan? Tidak hanya uang tapi rasa dan lainnya. Kita coba untuk puasa?" Gadis berkerudung itu menyarankan sesuatu.
"Puasa?" Tak paham.
"Iya? Kenapa heran kamu tidak pernah puasa sebelumnya?"
Masyu menggeleng.
"Kalau begitu harus di coba," Nissa memaksa. Masyu menatap tak paham.
"Puasa dapat di lakukan siapa saja May, asal niatnya bagus. Walau kamu non muslim," Nissa menjelaskan dengan tersenyum.

       Seminggu sudah Masyu melakukan saran sahabatnya itu. Ia menjalankan puasa dengan niat yang tulus ingin sembuh. Nissa menuntun gadis itu perlahan, rasa iba dan kasih sayang yang membuatnya bertahan walau tak mudah menghadapi gadis keras kepala. Tapi Masyu memiliki kemauan yang kuat untuk sembuh.

     "Tidak ada perubahan," celetuk Masyu mulai putus asa."
       Baru sepekan. Hydropoid kan tak mudah di sembuhkan, tapi yakin bisa ya May.." Gadis berkerudung menyemangati.

       Perubahan demi perubahan mampu ia rasakan walau hanya sedikit tapi sangat membantu. Kemo, puasa, serta menjaga kedispilinan menjadi obat mujarab dirinya. Ya setidaknya ia terhindah pingsan di jalan setelah memakan beberapa sendok kolah dingin.

       "Thanks Niss, saran kamu sangat membantu. Walau aku agnostic tapi kamu tetap mau menyemangatiku. Cuman semangat yang aku butuhkan.." Senyum yang hampir tak terlihat itu kini hadir dengan wajah bersemangat.

     "Dalam Islam, jika seseorang butuh bantuan maka harus lah di bantu tanpa memandang siapa dia. Namun, apa kamu tidak mencoba memikirkan tentang agama mana yang harus kamu pilih May? Maaf jika ini terlalu privasi." Suara lembutnya menyapu telinga Masyu.

      Gadis itu  diam sejenak, pancaran matanya berubah. Sesuatu hal berat menggelayut di fikiran.
"Agnotic juga suatu kepercayaan Niss,"

         "Manusia hidup dengan pilihan May, kamu harus milih salah satu dari banyak pilihan. Buat apa? Agar kita tau mana tujuan yang harus kita tempuh. Ibarat kapal ia harus tau kemana akan belayar jika tidak hanya terombang-ambing di tempat bukan?" Nissa sedikit memberikan pandangan.

       Masyu tersenyum sekanannya, sejak perbincangan itu mereka jadi lost conntect. Masyu tak tampak lagi di rumah sakit yang biasa ia cek up. Telfonnya selalu mati jika di hubungi, rasa bersalah sedikit menyelubungi hati Nissa.

          "Nissa," suara lembut memanggil namanya.
       MasyaAllah. Nissa tertegun tak percaya, gadis keras kepala itu begitu anggun mengenakan kerudung pink.

    "Selama ini aku menghilang untuk meyakinkan diri, memastikan rasa, dan kembali dengan keputusan yang pasti. Selama aku menyendiri banyak renungan dan keraguan yang harus ku tempu hingga sekarang ini keputusanku." Masyu tersenyum. Paras cantik mempesona, pancaran wajah calon surga.

        "Jika itu pilihan. Aku bahagia akhirnya kamu menetapkan hati pada satu pilihan," Nissa memeluk sahabatnya. Ia berjanji pada Masyu untuk menuntun lebih dalam tentang agama.

#Ceritagadiskecil

Tidak ada komentar:

@itsvennyy