Lifestyle Blogger Medan - Aku yakin! Setiap orang memiliki mimpi dan keinginan,
yang tak semua orang mau memahami itu. Aku tak tau, bagaimana bisa, minda
memiliki hasrat untuk menuliskan secuil kisah, yang mungkin tak semua orang
ingin membaca. Baiklah! Aku akan bercerita tentang mimpi orang lain. Ya, mimpi
orang lain bukan mimpiku.
Dulu aku pernah membuat sebuah film berjudul klasik. Ya,
film pendek berjudul Amanah. Film itu aku garap bersama teman-teman di masa
putih abu-abu. Film yang kugagas dengan balutan kisah tentang pengorbanan.
Entah
darimana, jari-jemari ini memiliki tenaga untuk membuat sebuah kisah konyol,
kisah yang ditertawakan dan direndahkan saat penilaian film itu berlangsung.
Cukup konyol memang. Bagaimana mungkin, di dunia ini ada orang yang mau
mengorbankan mimpinya demi orang lain?
Kamu boleh tertawa dengan cerita konyol itu. Seorang
guruku juga berkata, “Mana ada orang yang mau merelakan mimpinya demi orang
lain?”. Ya, itu adalah haknya sebagai seorang guru untuk mencerca kelogisan
cerita yang kubuat. Tapi, apakah ada hal yang mustahil di dunia ini? Aku dan
kamu sepakat untuk menggelengkan kepala, memberikan ketidak setujuan.
Film itu seperti sebuah doa. Allah mewujudkannya. Aku
sang pembuat cerita itu, kini dicoba untuk melakoni karakter yang telah kubuat.
Karakter Keyla, seorang gadis yang merelakan mimpinya demi mimpi orang lain.
Sekarang, aku mulai merasa konyol. Benar, di dunia ini tidak ada yang mustahil.
Film yang awalnya kubuat hanya sebagai karangan, kini Allah mengujiku dengan
apa yang telah kubuat.
Semua berawal dari kepustusanku untuk menunda pendidikan
dan memilih bekerja di suatu perusahaan. Aku tamatan rendah yang beruntung bisa
berada di posisi yang lumayan baik. Pekerjaan dan dunia baru, mulai kulakoni
dengan sepenuh hati. Aku merasa lebih berguna dari hari-hari sebelumnya.
Bekerja dengan gaji yang tak seberapa, menuntutku untuk bersyukur. Pasalnya,
Allah lagi-lagi menguji dengan apa yang telah kuperbuat.
Buku Keja Bukan untukUang, buku yang kutulis untuk membantah pemikiran bahwa kerja sekedar mencari
uang. Kala itu, aku menulisnya ketika belum merasakan dunia bekerja. Lalu,
sekarang, aku sudah merasakan dunia kerja. Memang tak mudah dan tak dapat
dipungkiri, bekerja ya untuk mencari uang. Tapi, aku membantah itu dengan
menahan diri untuk tidak hitung-hitungan dalam bekerja.
Aku bekerja seperti layaknya seorang pekerja, pergi pagi
pulang sore memang sangat melelahkan, apalagi menjadi karyawan baru untuk
berdaptasi itu sungguh tak mudah. Aku mulai mencoba memahami dunia baruku.
Mengenal satu persatu rekan kerjaku. Namun, aku tak begitu mengenal atasanku.
Ya, bosku pemiliki perusahaan ini. Sesekali saja, saling menyapa namun tak ada obrolan
atau perkenalan yang begitu serius.
Aku memiliki kebiasaan untuk mengenal orang-orang
di sekitarku dengan mengintip sosial media pribadi mereka. Mungkin, itu caraku
karena aku terlalu enggan untuk berkenalan langsung. Menurutku, sosial media
adalah jati diri mereka sebenarnya.
Sosial media, membantuku mengenal bagaimana
orang itu tubuh dari tahun ke tahunnya. Aku ingin mengenal, untuk siapa aku
bekerja dan bagaimana aku harus bekerja. Aku mengetahui nama beliau, sosok
atasan yang kulihat tak banyak bicara, tegas dan cukup tenang dalam mengatasi
berbagai problema. Aku melihatnya ia sosok yang cukup tenang, namun entahlah
bagaimana yang lain memandangnya.
Aku dan beliau mungkin tak memiliki banyak waktu untuk
berkenal satu sama lain. Saat ini, mungkin ia hanya mengenalku sebatas nama.
Namun, aku tidak bisa bekerja untuk seseorang yang tak aku kenal. Muncul lah
sebuah keputusan, tanpa mengurangi rasa hormat dan berkmasud lancang. Aku
mencari akun sosial media beliau.
Membaca setiap postingan dari tahun ke tahun.
Aku mulai sedikit mengenalnya. Selain, sosok atasan yang cukup tenang dalam
menghadapi permasalahan, ia sosok atasan yang memiliki mimpi-mimpi yang
berusaha dibangunnya.
Aku merasa tersentuh, setiap postingan yang dituliskannya
di sosial media, memberikanku energi lebih besar untuk bekerja lebih baik. Aku
memiliki banyak mimpi yang belum terwujud. Mungkin juga, dengan beliau ada banyak
daftar mimpi yang belum diwujudkannya tapi orang lain tak mengerti itu.
Aku mengerti bagaimana sebuah proses mewujudkan setiap
mimpi yang masih tertulis di daftar mimpi. Aku mengerti proses itu tak mudah.
Aku mengerti, mimpi beliau akan lebih mudah diwujudkan, jika kami sebagai
karyawannya mengerti soal mimpinya. Mungkin, sebagaian orang menganggap ini
pemikiran bulshit atau munafik bahkan penjilat.
“Toh,
yang punya mimpi beliau, yang bakal sukses juga beliau, untuk apa bersusah
payah membantu beliau menwujudkan
mimpinya?”
Ya,
memang terdengar konyol. Untuk apa berpusing-pusing memikirkan dan membantu
mimpi orang lain? Bukankah mimpi dan keberhasilan sendiri belum tercapai?
Namun, entah kenapa. Tidak denganku, aku merasa penting ikut membantu
mewujudkan mimpi beliau. Mungkin ini, sugesti dari sebuah cerita yang telah
kukarang sebelumnya.
Cerita Keyla yang membiarkan mimpinya lenyap demi mimpi
orang lain. Namun, bukan berarti membantu orang lain mewujudkan mimpi mereka,
kita akan kehilangan mimpi kita. Tidak, itu salah besar. Bukannya, seorang yang
hebat adalah orang yang ikut terlibat dalam kehebatan orang lain?
Aku
yakin dengan sebuah kalimat diucapkan Keyla dalam film pendek yang telah kubuat
sebelumnya.
“Aku yakin jika membantunya
mewujudkan mimpi, maka suatu saat nanti ia dan Allah akan membantuku mewujudkan
mimpi. Hingga sama-sama kami mencapai apa yang kami mau,"
Mimpi beliau menjadi semangat
kerjaku. Berusaha melakukan yang terbaik seperti apa yang diinginkannya,
membantunya mewujudkan segala rencana. Meski aku hanya sebagaian kecil dari
perjuangannya. Satu hal yang ingin kujaga, jika aku tak bisa membantunya,
jangan sampai aku merepotkannya. Jika ia kecewa, maka aku merasa gagal
membantunya. Over All, aku berharap ia dipertemukan dengan orang-orang yang
dapat memahami mimpinya. Bertemu dengan orang-orang yang tak sekedar menjadikan
pekerjaan adalah mencari uang.
Aku
berharap beliau dipertemukan dengan orang-orang yang dapat memahami mimpinya.
Bertemu dengan orang-orang yang juga memiliki ambisi untuk meraih mimpi. Aku
yakin, jika kita tak sungkan mempermudah dan membantu setiap langkah
orang-orang yang memiliki mimpi dan ambisi. Percayalah, Allah akan mempermudah
langkah dan ambisi kita mencapai mimpi yang kita inginkan. Aku yakin! Kelak, akan
ada orang yang tulus mau membantuku mewujudkan mimpi.
Stalking
tidak selamanya berkonotasi negatif, kita perlu memahami orang yang baru kita
kenal melalui sosial media. Karena, sebagaian besar orang, sosial media adalah
tempat ia membuka jati diri.
#Ceritagadiskecil
Tidak ada komentar: