Dokumen by ceritagadisekecil.com |
“Sudahlah nak, gak perlu sedih seperti ini. Hal itu semua
gak ada gunanya,” mama dengan mudah mengatakan hal itu. Padahal semua ini
terjadi karenanya. Dia yang menghadirkan kebencian itu untukku.
“Mama mudah banget bilang gitu. Mama apa gak malu? Ini
semua karena mama,” Kulempar guling yang tengah kupeluk ke sembarang arah,
beranjak dari ranjang menatap keramaian kota dari kamarku yang berada di lantai
tiga. Mama diam, terduduk di pinggir ranjangku.
Kupandang awan-awan dari balik tirai jendela yang menutup
jika malam hari. Matahari pagi, cahayanya menembus ke retina mata,
memerintahkan pikiran untuk bangun dari duka yang terus menghujam. Sesekali aku
menghela napas, sesak. Ini lebih menyesakan daripada sesaknya kehidupan
Jakarta.
“Tiara,” mama memanggilku dengan suara lemah. Aku belum punya
keberanian menoleh ke arahnya. Pasti. Bulir air matanya sudah tumpah karena
kalimat kasarku tadi. Astaga, maaf ma. Aku hanya kesal. Kenapa Tuhan
menghukumku karena kesalahan mama, kesalahan yang tak kuketahui dengan persis.
“Cukup nak, cukup kamu hukum mama dengan tindakkan kamu
kemarin. Semua ini salah mama, tapi apa yang bisa mama lakukan? Mama bingung,”
semakin kalimat perempuan itu terucap panjang. Dadaku semakin sesak, pikiran
kembali memutar memori beberapa waktu yang lalu.
Sebuah pisau hampir mengiris tuntas pergelangan tanganku.
Siapa yang sekejam itu? Mereka. Mereka memaksaku untuk mengakhiri segalanya.
Aku sudah pasrah saat itu. Gak kuat dengan hujaman kebencian yang terus-terus
mereka berikan. Aku tak pernah ingin dipertemukan atau diperlakukan sekejam itu
dengan mereka. Namu, Tuhan mengtakdirkan kebencian dalam hidupku.
Lalu buat apa
aku hidup? Buat dihujam dengan kata-kata kasar dan cacian menyakitkan di
seluruh akun sosial mediaku? Semua itu terjadi hanya karena mama. Mama dulu seorang bintang yang merusak sendiri sinarnya, karena sebuah cinta
terlarang. Terus, apakah itu juga salahku?
Jika Tuhan memberikanku kesempatan untuk memilih, maka
aku tak akan mau menjadi anaknya. Sayangnya, hidup bukan pilihan, hidup sebuah
kewajiban. Namun, saat kuputuskan mengambil pisau dapur untuk mengakhir
semuanya. Aku benar-benar jatuh, aku bisa gila jika setiap membuka media
sosial, hanya kata-kata kasar dari mereka yang kutemukan.
Sejak itu, mama memaksa untuk menutup seluruh kegiatan
dunia mayaku. Aku merasa bukan remaja sepenuhnya, sepi tanpa komunikasi.
****
Nah,
teman-teman. Melalui cerita singkat di atas. Gacil ingin memberikan gambaran
betapa bahayanya jari-jari kita. Jika kita tak pernah mengedukasinya. Lihatlah
Tiara, mungkin ia hanya satu dari jutaan korban, yang melenyapkan kehidupannya
karena jari-jari yang tak pernah diedukasi.
Ia remaja yang tumbuh dan butuh
sosialisasi, mungkin salah satunya dengan dunia maya. Namun, itu tak ia dapatkan
hanya karena egoisnya jari-jari kita, tanpa berdosa menulis kata-kata kasar di
postingan si dia atau si ini. Padahal, kita tidak tau bagaimana kejadian yang
sebenarnya.
Sumber google.com |
Meskipun ia bersalah dan pantas dihujat. Selayaknya kita, memandang dari sudut kemanusian merasakan dari hati nurani. Walau sekedar kata-kata dampaknya luar biasa, bisa jadi merenggut satu jiwa. Tidak percaya?
Langsung aja kita simak beberapa kasus-kasus Cyberbullying atau kejahatan di
media sosial yang menewaskan puluhan jiwa, terkhususnya di kalangan remaja. Dikutip
melalui https://www.liputan6.com
sedikitnya ada enam kasus Cyberbullying yang terkenal dan terjadinya bunuh diri.
Misalnya saja seperti kisah Megan Taylor Meier Perempuan yang tinggal di
Missouri, Amerika Serikat, mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri atau gantung
diri, beberapa minggu sebelum hari ulang tahunnya. Setelah diselidiki, polisi
menemukan bukti bahwa Megan stres setelah mengalami cyberbullying lewat social
media oleh temannya.
Hal ini seharusnya menjadi perhatian kita dalam bersikap,
apalagi berkomentar dan memposting sebuah status di media sosial. Pastikan
tidak akan menjatuhkan mental orang lain. Jika dalam kehidupan, mulut adalah
harimaumu. Maka dalam bermedia sosial, jari bisa menjadi petaka dan bencana.
Menurut student.cnnindonesia.com ada beberapa faktor yang menyebabkan
Cyberbullying, di antaranya : Perasaan kesal, ikut-ikutan, karakter bawaan atau
terpancing dengan hoax.
Seriusnya kasus ini, kita harus menyikapinya dengan
serius, jangan sampai kita menjadi salah satu pelaku Cyberbullying itu sendiri.
Stop berkomentar yang tidak jelas, membuat postingan yang menyakitkan perasaan
orang lain atau saling mengolok-olok di kolom komentar yang ramai dibanjiri
kata-kata kasar.
Singkirkan hal tidak penting itu, manfaatkan jari-jemari kita
untuk hal yang positif. Bisa dengan menulis? Menjadi Digital Literasi? Menjadi
Blogger? Pembisnis Online? Youtubers yang mengcreat konten positif? Semua
lebih bermanfaat daripada komentar tidak jelas.
Sumber google.com |
Tulisan sederhana ini sengaja ditulis untuk mengikuti kompetisi dari @siberkreasi salah satu rangkaian Literasi Digital menuju Netizen Fair 2018. Bantu aku menjadi perwakilan kota Medan untuk bisa mengikuti kegiatan dari @keminfo.
#literasidigital #siberkreasi #digitalparenting #jempolpositif #siberkreasinetizenfair2018 #netizenfair2018 #soitotmedan #soitotmedan2 #siberkreasi #Ceritagadiskecil
Tidak ada komentar: