ceritagadiskecil.com : Lifestyle Travel Blogger Medan: Remaja
Tampilkan postingan dengan label Remaja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Remaja. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Februari 2016

Lifestyle Blogger Medan - Kalau Bukan Kita Siapa Lagi?
07.060 Comments
Lifestyle Blogger Medan - Hello everyboady. How are you? How your life today? I hope your life so insteristing.

   Aku sebagai anak bangsa cukup miris mendengar kalimat "Indonesia sedang krisis kekerasan dan sex pada anak." Lagi-lagi negara ini di hantui oleh orang-orang yang hanya ada sebagai sampah. Bukan hanya dari kalangan orang yang senono tetapi orang yang katanya memiliki ilmu agama dan pendidikkan juga ikut menjadi hantu masyarakat khususnya anak-anak yang tidak tau apa-apa.

     Mereka (sang pelaku) tidak memiliki pemikiran yang panjang. Mereka merupakan orang yang berlimu namun tidak memiliki otak. Masih baik orang yang memiliki otak tetapi tidak punya ilmu. Pelaku tidak sadar betapa besar impact yang ia timbulkan akan hal yang dilakukannya itu. Tidak hanya pada sikis anak tetapi penurunan harapan kemajuan bangsa. Bagaimana tidak? Generasinya saja sudah rusak karena mereka yang tidak bertanggung jawab.

      Sempat terbesit pertanyaan, "Adakah orang yang mampu menghentikam ini selain kesadaran diri masing-masing?" Entah cara apa lagi yang harus di jalani. "Siapakah yang dapat disalahkan jika sudah begini? Apakah ini akan terus menerus terjadi? Siapa lagi yang mau di percaya dalam negeri ini?"

    Seperti sebuah komunitas, komunitas itu akan hancur karena ulah anggotanya sendiri. Hampir 80% kehancuran itu terjadi karena anggota dari komunitasnya tidak mampu menjaga, mempertahankan nama baik dan keadaan komunitasnya. Sama halnya seperti bangsa. Bangsa itu akan rusak bukan karena orang luar tetapi karena masyarakatnya sendiri.

      Disini, di postingan ini. Hanya secerca perasaan resah seorang remaja yang sangat miris denga hal yang akhir-akhir ini terjadi. Logikanya, para anak yang telah menjadi korban akan menjadi trauma dan depresi. Lalu apakah mereka dapat menjadi bibit bangsa yang akan tumbuh baik jika sudah terkena sebuah virus perusak? TIDAK.

     Filosofinya seperti ini. Dalam sepetak tanah, seorang tukang kebun menebar seratus bibit kacang. Tiba-tiba, sebuah serangga merusak bibit-bibit itu sekitar enam puluh bibit. Akankah enam puluh bibit itu tetap tumbuh dengan baik seperti empat puluh bibit yang tidak di rusak serangga? Tentu kita dapat menjawabnya sendiri.

     Ayo...! Berfikir untuk banyak orang, berfikir untuk kepentingan bersama. Jangan biarkan kepentingan diri dan nafsu menguasai diri. Kalau bukan kita siapa lagi? Apakah orang luar negeri yang akan menjaga anak bangsa dan negara kita? Tentu itu adalah hal yang konyol.
  Mulai sekarang, mari kita fikirkan ini. Mari kita menjaga satu sama lain. Dan cobalah gerakkan komunitas-komintas yang ada untuk bekerjasama dalam hal ini. Setidaknya, mencoba mengajak orang-orang yang tidak teracuni untuk memerangi virus keji ini. Jangan biarkan penerus bangsa semangkin rendah kualitasnya.

     Kita bisa mulai dengan perduli dengan keadaan sekitar, menyayangi anak-anak, dan mencoba memeberinya benteng attitued and good character. Bangun....! Keep children in Indonesia.

      Start from this posting I hope you all can know and want practies in your life. Lets go together save children in this country from killer.

#Ceritagadiskecil 
Reading Time:

Senin, 13 Juli 2015

Cerpen Kado Terbesar
07.260 Comments
      Tubuh yang dahulu mungil mulai membengkak, pipi seperti bakpau. Gadis itu hampir putus asa dengan apa yang harus di jalaninya setahun belakangan ini. Dari pagi sampai pagi ia bekerja keras untuk memenuhi kehidupan waktu bersantinya harus di korbankan namun sayang hasil tak dapat ia nikmati.

      "Aku lelah Nis," keluhnya pada gadis berkerudung manis.
      "Baru beberapa kali di coba sudah menyerah."
        "Buat apa aku bekerja dari pagi hingga pagi kalau makan nasi saja tak bisa, rasanya pengen udahan." Gadis bersumpipit itu dengan lemah.
       "May, masih mau ngedown gini? Gimana bisa sembuh orang kamunya saja sudah enggan buat nerusi hidup." Nissa menata sahabatnya yang baru saja ia kenal beberapa bulan lalu.

      Masyu menghela nafasnya yang terengah, cobaan berat harus ia lakoni. Makanan yang tak ia suka harus di lahap setiap hari, jika tidak? Nyawa yang akan menanti.

      "Hey, wake up. Lihat sudah berapa banyak yang kamu korbankan? Tidak hanya uang tapi rasa dan lainnya. Kita coba untuk puasa?" Gadis berkerudung itu menyarankan sesuatu.
"Puasa?" Tak paham.
"Iya? Kenapa heran kamu tidak pernah puasa sebelumnya?"
Masyu menggeleng.
"Kalau begitu harus di coba," Nissa memaksa. Masyu menatap tak paham.
"Puasa dapat di lakukan siapa saja May, asal niatnya bagus. Walau kamu non muslim," Nissa menjelaskan dengan tersenyum.

       Seminggu sudah Masyu melakukan saran sahabatnya itu. Ia menjalankan puasa dengan niat yang tulus ingin sembuh. Nissa menuntun gadis itu perlahan, rasa iba dan kasih sayang yang membuatnya bertahan walau tak mudah menghadapi gadis keras kepala. Tapi Masyu memiliki kemauan yang kuat untuk sembuh.

     "Tidak ada perubahan," celetuk Masyu mulai putus asa."
       Baru sepekan. Hydropoid kan tak mudah di sembuhkan, tapi yakin bisa ya May.." Gadis berkerudung menyemangati.

       Perubahan demi perubahan mampu ia rasakan walau hanya sedikit tapi sangat membantu. Kemo, puasa, serta menjaga kedispilinan menjadi obat mujarab dirinya. Ya setidaknya ia terhindah pingsan di jalan setelah memakan beberapa sendok kolah dingin.

       "Thanks Niss, saran kamu sangat membantu. Walau aku agnostic tapi kamu tetap mau menyemangatiku. Cuman semangat yang aku butuhkan.." Senyum yang hampir tak terlihat itu kini hadir dengan wajah bersemangat.

     "Dalam Islam, jika seseorang butuh bantuan maka harus lah di bantu tanpa memandang siapa dia. Namun, apa kamu tidak mencoba memikirkan tentang agama mana yang harus kamu pilih May? Maaf jika ini terlalu privasi." Suara lembutnya menyapu telinga Masyu.

      Gadis itu  diam sejenak, pancaran matanya berubah. Sesuatu hal berat menggelayut di fikiran.
"Agnotic juga suatu kepercayaan Niss,"

         "Manusia hidup dengan pilihan May, kamu harus milih salah satu dari banyak pilihan. Buat apa? Agar kita tau mana tujuan yang harus kita tempuh. Ibarat kapal ia harus tau kemana akan belayar jika tidak hanya terombang-ambing di tempat bukan?" Nissa sedikit memberikan pandangan.

       Masyu tersenyum sekanannya, sejak perbincangan itu mereka jadi lost conntect. Masyu tak tampak lagi di rumah sakit yang biasa ia cek up. Telfonnya selalu mati jika di hubungi, rasa bersalah sedikit menyelubungi hati Nissa.

          "Nissa," suara lembut memanggil namanya.
       MasyaAllah. Nissa tertegun tak percaya, gadis keras kepala itu begitu anggun mengenakan kerudung pink.

    "Selama ini aku menghilang untuk meyakinkan diri, memastikan rasa, dan kembali dengan keputusan yang pasti. Selama aku menyendiri banyak renungan dan keraguan yang harus ku tempu hingga sekarang ini keputusanku." Masyu tersenyum. Paras cantik mempesona, pancaran wajah calon surga.

        "Jika itu pilihan. Aku bahagia akhirnya kamu menetapkan hati pada satu pilihan," Nissa memeluk sahabatnya. Ia berjanji pada Masyu untuk menuntun lebih dalam tentang agama.

#Ceritagadiskecil
Reading Time:

Minggu, 12 Juli 2015

Cerpen Hijab Karena Trend
16.300 Comments
      Subhanallah para muslimah di muka bumi tengah berkagum dengan balutan kerudung di kepala mereka. Aku terkesan melihat itu semua, jilbab tak memandang siapapun baik kalangan atas maupun bawah. Secerca senyum dengan hati yang bimbang akan kepastian rasa tulus dan niat yang benar-benar ada, jujur rasa ini mengubah hariku. Terbesit keinginan memakai hal yang serupa, kebimbangan mudah sekali menggoyahkan kepastian itu.

"Indahnya melihat wanita merangkai hijab di kepala, apa aku juga akan menyusul?" Gumaku ketika melihat berita para artis yang menggunakan hijab.

"Kalau ada niat dan ketulusan pasti bisa," sosok itu menjawab gumamku.

     Ibu sejak dulu mengenakan hijab, wanita yang tak kenal lelah menuntun anak-anaknya duduk di samping. Ia tersenyum memandang wajahku, pancaran mata itu? Aku mengetahui ia selalu tau apa yang terbesit dalam benak yang nakal ini.

"Shalat saja belum teratur bu, aku tidak mau memalukan agama sendiri." 

"Menutup aurat itu wajib sayang. Tidak ada hubungannya dengan ibadah. Karna ahlak dan kewajiban itu berbeda," Ibu memberi pandangan.

"Benarkah itu?" Aku masih tak percaya.

"Ehemm... Ibu pernah mendengar saat di pengajian. Berhijab tak jadi masalah walaupun ibadahnya masih goyah. Karna ibadah suatu individu yang harus di pertanggung jawabkan masing-masing orang. Kalau berhijab hukumnya wajib bagi seorang muslimah," Jelasnya memberi pengertian.

"Aku masih ragu, apalagi sekarang banyak orang yang mengenakan hijab lalu membukanya. Ah, aku tak mau dianggap labil bu." Keluhku.

"Niat yang bagus nak, kita tak boleh menghakimi seseorang yang masih naik turun imannya. Doakan saja mereka mengenakannya kembali," Ibu tersenyum.

"Lalu bagaimana dengan seseorang yang mengenakan hijab karna trend doang? Bukankah  berhijab harus dari hati dan ketulusan bu?" Aku terus bertanya seakan rasa penasaran menguak terus menerus.

        Wanita yang ku kenal sejak dalam kandungan itu membelai rambutku. Sikapnya yang lemah lembut merenggut kekagumanku. Dari ibu iman dan keraguan yang ku simpan dapat di pecahkan.
"Kita ambil sisi positifnya saja sayang. Ketika seorang muslimah mengenakan hijab karna trend, mungkin itu niat awal. Siapa tau di tengah jalan ia jatuh cinta akan apa yang ia kenakan. Allah mampu membuka pintu hidayah pada siapapun." Jelas ibu dengan pasti.

     Aku tersenyum, semua yang ku dapat darinya mencairkan sedikit keraguan yang membeku. Adzan shalat ashar berkumandang merdu menghiasi telinga kami berdua, ibu mengajakku untuk shalat bersama menangkan hati serta memohon petunjuk akan niat ddan keraguan yang ku miliki fifty-fifty.

#Ceritagadiskecil
Reading Time:

Kamis, 23 April 2015

Cerpen Moving On
23.270 Comments

Morgan terus memaksa ku untuk mengikuti kontes bernyanyi dengan lagu ciptaan sendiri yang di pajang di mading sekolah. 

"Ayoo... Ael, kamu harus ikutan harus..." Ujar Morgan memaksa. 

"Tidak ah, aku tidak mau suara ku cempreng tau!" Tolakku.

"Kalau kamu mau ikutan aku janji apa pun yang kamu mau aku penuhin," tawar Morgan. 

"Ah aku tidak percaya," godaku.

"Kalau kamu tidak percaya buktikan saja sendiri," Morgan menggodaku balik sembari mengedipkan sebelah matanya yang sipit.


Morgan teman paling bawel tapi dia baik dan perhatian kami bersahabatan sudah lama. Ia selalu saja memaksa ku untuk melakukan hal yang ia mau dengan cara cerdiknya ia mampu membuatku mengangguk iya. Kedekatan kami di isi dengan pengalaman senang dan sedih, pernah dulu pertengkaran besar antara kami dia memakiku begitu kasar sempat aku membencinya tetapi hal itu tidak berjalan lama malah kini aku merasa aku memiliki rasa padanya biar lab ku tahan saja. Selain Morgan aku memiliki dua teman yaitu Haruka dan Angel mereka teman baikku di bangku SMA.


"Kompetisinya tiga minggu lagi, lagu apa yang harus ku ciptakan? Ahh Morgan membuat ku pusing ini semua ulahnya," ujarku di depan laptop menyalahkan Morgan.


Sebait lagu belum dapat ku goreskan di kertas yang sedari tadi hanya ku coret tak jelas. Fikiran ku malah tidak fokus ketika melihat foto aku dan Morgan saat liburan semester lalu. Betapa indahnya senyum itu ia selalu membuatku tertawa dan tersenyum saat kesedihan datang. Ketika itu aku baru mengingat minggu depan adalah ulang tahunnya sebuah kado harus ku siapkan dengan special.


Hari ini beberapa bahan telah ada di tangan sambil mencari inspirasi tentang lagu yang akan ku nyanyikan di kompetisi aku merajut benang demi benang agar menjadi sebuah shall yang hangat saat di pakai. Buat siapa shall ini? Tentu buat orang yang special di hatiku saat in.

"Hemmm semoga Morgan menyukainya," gumaku tersenyum sambil merajut shall yang akan segera jadi.


Hari demi hari telah terlampaui hari ini tepat hari specialnya, namun dimana Morgan? Beberapa hari ini aku tak melihatnya dan jarang bercanda dengannya atau sekedar minum di kantin sekolah. Apa aku yang terlalu sibuk? Aku telah mengintari seluruh area sekolah namun dimana Morgan? Aku berdirik sejenak memikirkan kemana perginya pria itu hingga aku teringat tempat favoritenya. Ya, di taman sekolah tempat biasa ia membaca buku atau mendengarkan musik di bawah pohon.


"Angel, aku mencintaimu..." teriak seorang pria kepada seorang wanita yang hendak pergi di sudut sana.

Aku menatap Pria dan Wanita itu betapa terkejutnya saat kata-kata itu terdengar di telinga ku? Taukah bentuk sebuah es batu yang kokoh lalu pecah karna sebuah batu? Itu lah yang ku rasakan saat ini senyum bahagia ku sirna berubah menjadi tetesan air mata dan raut wajah yang sedih. Pria itu ya pria itu Morgan aku tak akan salah dan wanita itu Angel sahabatku sendiri? Terasa sesak di dalam hati ku ketika Morgan memeluk Angel begitu erat sementara aku? Mematung menatap kisah romantis mereka. Betapa bodohnya aku baru menyadari Morgan yang beberapa minggu ini menghilang karna ia pendekatam dengan shabatku itu.

"Morgan," ucapku pelan.

Morgan dan Angel menatap ku yang menangis karna mereka aku tak kuat menahan rasa sakit itu aku beranjak pergi dari hadapan mereka. Sejak kejadian itu jiwa ku terasa hilang separuh dan tidak ada kehidupan lagi di dalamnya aku mengurung diri di dalam kamar hingga Haruka mampu membuat ku kembali dari ke pedihan itu.

"Aelke, lihat aku. Lihat, apakah sahabat mu ini pernah mengajarkanmu untuk bersedih terlalu lama? Bukan kah kamu yang mengajarkan ku untuk tegar? Ketika kita terjatuh memang tidak mudah untuk kembali bangkit tapi jika kita mau berusaha bangkit perlahan kita pasti bisa kalau memang kita tidak mau berusaha kita tidak akan pernah bangkit," Haruka membuatku menangis dan memeluknya.

Aku sadar aku tidak boleh terus bersedih hingga hari ini kompetisi itu harus ku taklukan aku haru memenangkan kompetisi ini dan menaggih janji yang pernah Morgan ucapkan. Semua mata memandangku, rasa grogi saat itu ada namun jika kita mau berusaha untuk melawannya pasti kita bisa.

"Lagu ini ku ciptakan karna seseorang yang membuatku terjatuh namun aku sadar ini bukan salahnya dan aku yakin semua orang yang terjatuh akan kembali bangkit jika mereka ingin berusaha bangkit," ujarku sebelum menyanyikan lagu ciptaanku sendiri. 



Aku sendiri.. menggenggam hati.. bersama sepiSatu hari nantiAku langkahkan kaki.. berjalan lagi
I'll be over youI'll be crying for your happinessAnd i~ I am gonna start to moveI am gonna start to moveMoving on, Moving on, Moving onMoving on, Moving on, Moving on
Gonna start to moveI am gonna start to moveMoving on, Moving on, Moving onMoving on, Moving on, Moving on
Aku yakin nantiAkan datangnya pagiAku tersenyum lagi
I'll be over youI'll crying for your happinessAnd i~ I am gonna start to moveI am gonna start to moveMoving on, Moving on, Moving onMoving on, Moving on, Moving on
I am gonna start to moveI am gonna start to moveMoving on, Moving on, Moving onMoving on, Moving on, Moving on-(I am gonna start to moveI am gonna start to moveMoving on, Moving on, Moving onMoving on, Moving on, Moving on) x3
Someday you see meWalking down behindWith another girl

 Aku memenangkan kompetinsi ini dan terlihat seorang pria berdiri tersenyum di sana Aelke menghampiri pria itu yang tak lain adalah Morgan pria yang kini membuat hatinya lemah. Namun, Aku bersikap biasa seperti tidak ada kejadian dan Aku pastikan Morgan tidak mengetahui hal itu karna Aku telah berpesan pada Haruka untuk tidak membocorkan hal yang di alami Aelke.
"Hey, Selamat ya Aelke.." Ucap Morgan tersenyum manis.
"Terimakasih Gan."
"Oh ya kamu mau apa?" tanya Morgan untuk memenuhi janjinya.
"Aku mau kamu pakai ini di saat kamu kedinginan dan sedih," Ucapku mengalungkan shall berwarna merah di lehernya.

 Sejak itu aku berangkat ke Jepang untuk melanjutkan study dan meninggalkan kesedihan yang ku alami di Indonesia.


#Ceritagadiskecil



Cerpen By Venny Eriska
Twitter : @ItsVennyy

Reading Time:

@itsvennyy