Cerita Gadis Kecil - Soekarno: Perempuan Tiang Negara |
Kata Perempuan
- Perempuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memilik arti sebagai
orang yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan
menyusui. Pengertian perempuan dalam kamus nasional ini pun diikuti dengan
konotasi yang negatif, misalnya seperti jahat, geladak, jalang hingga
lacur.
Tidak ada yang salah dari definisinya, namun mengapa definisi perempuan
secara nasional terkesan rendahan? Begitu kontras dengan penggalan kalimat
dari presiden pertama Republik Indonesia.
Dr. Ir. H. Soekarno yang kita kenal dengan sapaan Bung Karno mengatakan
bahwa ‘Perempuan Tiang Negara’. Tiga kata itu dapat kita artikan dari sudut
pandang masing-masing, tentunya konotasi kata perempuan lebih baik daripada
yang tertera di kamus besar itu.
Jika berbicara perempuan Indonesia maka tidak akan lepas dari satu nama
pahlawan. Ya, Ibu Raden Ayu Kartini atau biasa kita kenal Ibu Kartini.
Perempuan kelahiran Jawa yang memperjuangkan pendidikan perempuan di
Indonesia. Gerakannya dikenal sebagai emansipasi wanita, surat menyuratnya
kepada sesama wanita pun dikenal dalam sebuah karya berjudul ‘Habis Gelap
Terbitlah Terang’.
Raden Ayu Kartini bukan satu-satunya perempuan yang menyuarakan pendidikan pada kala itu, namun ialah yang terkenal begitu vokal terhadap gerakannya. Sejak gagasan Ibu Kartini, perempuan di Indonesia mendapatkan peran dan fasilitas yang sama dalam pendidikan.
Walaupun, saat ini masih saja ada orangtua yang membeda-bedakan antara anak
perempuan dan laki-laki perihal menuntut ilmu. Katanya, “Perempuan kan
ujung-ujungnya di dapur saja, tidak usahlah tinggi-tinggi bersekolah.”.
Sungguh sulit mengubah pola pikir orangtua yang masih berpikiran demikian,
sebab budaya patriarki telah menjadi ciri khas di negeri ini. Laki-laki
selalu mendominasi dan pemegang kekuasaan utama termasuk dalam bidang
pendidikan.
Lantas apakah peran perempuan bagi pendidikan? Apakah kaum yang selalu
dianggap lemah dan di pandang sebelah mata itu memiliki peran yang vokal
dalam kemajuan pendidikan khususnya di Indonesia?
Menilik kembali pada penggalan kalimat dari Bung Karno. Sekilas membaca
kalimatnya, dapat dipahami bahwa begitu besar peran perempuan bagi suatu
negara. Salah satu faktor majunya suatu negara yaitu pendidikan.
Jika perempuan sebagai tiang negara, artinya peran perempuan sanagat berpengaruh pada kualitas pendidikan. “Ketika anda mendidik seorang perempuan sama artinya, anda mendidik pelurus generasi bangsa.”
Peran sederhana lainnya, sebagian besar orang bahkan para laki-laki tentu
setuju bahwa perempuan kelak menikah dan mengemban tanggungjawab menjadi
ibu. Sosok ibu bukanlah tugas yang mudah, ia dituntut untuk mendidik
anak-anak dan menuntun suaminya.
Ibu sebagai madrasah pertama harus cerdas dalam membimbing. Di sinilah
peran pendidikan akan terlihat, sebelum anak-anak masuk ke sekolah maka
tugas ibu mengajarkan hal-hal dasar pandanya.
Ketika seorang anak kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas sekolah, maka ibulah yang sering ditanya untuk membantunya. Apabila seorang suami bingung memutuskan suatu pilihan, istrilah yang iku membantu memberi masukan.
Ketika seorang anak kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas sekolah, maka ibulah yang sering ditanya untuk membantunya. Apabila seorang suami bingung memutuskan suatu pilihan, istrilah yang iku membantu memberi masukan.
Seorang anak yang cerdas dan pandai tidak lepas dari campur tangan seorang
perempuan yang telaten dalam mengajarkan banyak hal. Begitu pula seorang
suami yang sukses, tidak lepas dari dukungan sang istri. Tanpa pendidikan
mempuni, seorang ibu tidak akan mampu mendidik anaknya menjadi cerdas,
seroang istri tidak dapat mendampingi suaminya dengan baik.
Bahkan, di dalam agama islam telah dikatakan, pendidikan begitu penting,
tidak memandang perempuan atau laki-laki. Wajar saja, jika dahulu
emansipasi wanita terjadi dan memberikan pendidikan yang adil di negeri
ini.
Apabila perempuan belum menjadi seorang ibu, maka pendidikan akan
membantunya melaksanakan tugas seorang kakak. Di dalam keluarga, peran
perempuan dituntut serba bisa mulai dari memasak, membereskan pekerjaan
rumah, membantu adiknya hingga tidak jarang menjadi punggung keluarga.
Seorang anak perempuan yang mendapatkan pendidikan layak, maka mudah mengenyam tugasnya sebagai seorang anak dan kakak. Bayangkan, jika pendidikan hanya teruntuk laki-laki bagaimana perempuan dapat mengenyam tugas-tugasnya?
Peran perempuan juga dapat dilihat dari fenomena pandemi akhir-akhir ini.
Lihatlah, berapa banyak perempuan yang berjuang di garda terakhir Covid-19?
Tidak sedikit yang meninggalkan keluarga, mempertaruhkan nyawa dan
merelakan berpisah dari anaknya demi bangsa dan negara.
Bayangkan saja, apa jadinya jika tidak ada peran perempuan di sana? Telaten
merawat pasien-pasien yang sedang terbaring lemah? Indonesia masih bisa
optimis dengan adanya perempuan berpendidikan yang merelakan jiwa raga demi
kembalinya kondisi negara.
Bung Karno melalui kata-katanya telah memperjalas, hubungan antara perempuan dan pendidikan. Banyak hal lagi dapat dijadikan contoh peran-peran perempuan dalam bidang keilmuan. Tidak dapat dijelaskan satu persatu, namun realitasnya dapat dilihat dan dirasakan oleh seluruh penjuru negeri.
Mulai dari Soekarno hingga Raden Ayu Kartini telah memberikan pesan
tersirat betapa besar tanggungjawab perempuan di bidang pendidikan. Oleh
karena itu, kita sebagai perempuan harus benar-benar mengemban amanah yang
telah dibebankan baik dari lingkungan sekitar hingga sang Maha Pencipta.
Jika Kamus Besar Bahasa Indonesia masih memandang perempuan dengan konotasi
rendah, mari buktikan bahwa kaum yang disebut-sebut feminisme bisa
bergerak membangun pendidikan di negeri merah putih lebih maju lagi.
#ceritagadiskecil
makasih sharingnya
BalasHapusTerima kasih kembali kak.
HapusDulu awalnya sempat sih kepikiran. Ah, seperti orang lain aja deh. Ujung-ujungnya dapur dan enggak perlu memikirkan belajar. Tetapi semakin lama saya semakin sadar bahwa perempuan itu sungguh hebat dan luar biasa. Apalagi punya impian sebagai wanita cerdas dan sholeha. Maka pendidikan akan mengarahkannya menjadi lebih baik dan tidak melupakan hakikat wanita itu sendiri.
BalasHapusDulu nyesek denger "sarjana jadi IRT", Kalau sekarang kata tersebut lagi pelecut. Walaupun IRT, ilmu tetap bisa digunakan. Terutama untuk mendidik anak-anak. Padahal mau kita jadi ibu pekerja ataupun IRT semua wanita tetaplah harus memperoleh pendidikan.
BalasHapusBisa diajukan revisinya tuh untuk definisi perempuan di KBBI mengacu pada fisik dan fisiologis ya. Mungkin bs dibuat dg kata² yg lebih berterima daripada "puki" aduhmak,, macam makian. Kl sy memandang perempuan itu sebagai pembangun peradaban. Perlu perempuan berkualitas utk membangun peradaban yg maju.
BalasHapusPeran ibu di keluarga memang dominan. Apalagi ke tumbuh kembangnya anak. Entah anal lelaki ato perempuan, tetep deket and manjanya sama ibu hehe
BalasHapusSemoga semakin banyak perempuan yang mengambil peran peradaban..🙂
BalasHapusGak usah kaum feminis dek.. hehe.
BalasHapusMuslimah jadi garda terdepan untuk memajukan perempuan. Karena muslimah tau "setiap muslim wajib menuntut ilmu"
Dan "tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat".
sebenarnya pendidikan itu hak segala bangsa sih. cuma ya gitu, kadang diplot antara perempuan dan laki-laki. pdhl sudah sekiranya perempuan jg berhak mengemban pendidikan setinggi mgkn. apalagi peran ibu sbg madrasatul ula.
BalasHapus