ceritagadiskecil.com : Lifestyle Travel Blogger Medan

Kamis, 25 Oktober 2018

Lifestyle Blogger Medan - Menikmati Akhir Pekan di Mitsubishi XPANDER Tons of Real Happiness Bersama Mamak
22.35 2 Comments
Dokumen by ceritagadiskecil.com


        Ceeitagadiskecil.com | Lama tak curhat dan berbagi kisah inspiratif. Kali ini Gacil mau cerita tentang pengalaman seru di akhir pekan bersama mamak. Pengalaman yang sudah direncanakan Allah namun dengan cara yang unik. Jujur aja, Gacil tak tau apa itu XPander Tons of Real Happiness, mendengar nama acaranya aja baru kali ini. Namun, beruntungnya Gacil. Allah memberikan kesempatan pada Gacil untuk menikmati acaa ini melalui hobi menulis.

Super Happy take by mamak

Dari menulis

            Jadi awalnya gini, Gacil dapat informasi mengenai acara XPander Tons of Real Happiness ini dari grup komunitas menulis. Ya, Gacil ikut saja mendaftar. Nah, keesokkan harinya. Salah satu teman Gacil yang juga ikutan mendaftar, menghubungi Gacil berkali-kali untuk melihat email. Nah, Gacil langsung lihat email. Alhamdulillah, Gacil terpilih menjadi salah satu dari ribuan orang yang beruntung untuk menghadiri acara XPander Tons of Real Happiness. Pengalaman baru dong, bahan baru juga untuk menjadi sebuah tulisan, benar gak?

            Gacil gak mau berekspektasi terlalu besar dengan acara yang baru bagi Gacil. Cerita punya cerita. Acara XPander Tons of Real Happiness ini diadakan selama tiga hari di kota Medan, yaitu dari tanggal 19-21 Oktober 2018. Gacil mulai cari tau lagi, acara apa sih ini? Otak-atik google, search sana sini, eh nemu deh. Gampangnya gini, Xpander Tons of Real Happiness ini acara dari Mitsubshi untuk mensosialisaikan keunggulan mereka sebagai ‘Power’ kendaraan yang diwujudkan dalam bentuk Family Park atau Taman Keluarga dengan mempersembahkan berton-ton kebahagian untuk keluarga.

Serunya lagi, Gacil dan teman-teman yang terpilih dengan identitas sebagai Blogger Medan, diperbolehkan memilih salah satu dari tiga hari tersebut untuk hadir. Luar biasa, Gacil merasa terbantu dengan aturan yang tidak memaksakan untuk hadir di hari yang panitia tentukan, apalagi kegiatannya GRATIS dan terbuka juga untuk UMUM. Singkat cerita, Gacil milih hadir di hari Minggu. Libur kerja langsung ajak mamak untuk menikmati acara yang diadakan oleh MITSUBISHI.

Acara XPANDER Tons of Real Happiness Melebihi Ekspektasi

            Cuss, Gacil langsung meluncur ke Parkiran Belakang Plaza Medan Fair yang ada di Jalan Gatot Subroto. Ya, Gacil pergi bareng mamak, dari rumah pergi naik angkot sekitar jam sebelas pagi, sampai di lokasi jam setengah dua. Mamak emang hebat, mau nemani Gacil kemana pun. Sesampainya di lokasi acara XPander Tons of Real Happiness, Gacil dan mamak langsung disambut ramah oleh panitia yang berada di pintu masuk. Gacil cukup terkesan. Mereka mengarahkan pengunjung yang ingin masuk, memberitahu bagaimana cara registrasi dan itu gak bayar loh. So, Gacil merasa acara ini benar-benar dipersiapkan dengan tim-tim yang baik.

            Lanjut, Gacil langsung registrasi di meja registrasi blogger. Nah, ternyata registrasi blogger dan pengunjung umum letaknya berbeda, tapi sama-sama GRATIS kok. Uniknya, setiap pengunjung yang sudah registrasi akan mendapatkan WEB ID sebagai tiket masuk loh. Mudah dan gak ribet, satu WEB ID bisa untuk empat orang. Ya, bisa untuk Ayah, Ibu dan dua orang anak. Setelah corat-coret nama dan menunjukkan WEB ID Gacil yaitu MPVGMEEG, Gacil dan mamak udah boleh masuk untuk menikmati acara. Selain tiket gratis, Gacil juga dapat goodiebag elegan. Isi goodiebagnya lumayan buat happy. Ada colokan charger mobil dari Mitsubishi, air mineral, notes, pulpen buat corat-coret kesan, empat tiket wahana bermain dan vocer makan.


Regitrasi cantik take by Mitsubishi

            “Selamat menikmati,” kata penjaga pintu masuk dengan ramah. Ah, berasa berharga di acara ini. Boleh kelen garis besarin, sikap ramah itu bukan hanya untuk Gacil loh. Tapi, untuk semua pengunjung yang melangkahkan kakinya menikmati acara ini.
Suasana Malam Hari. Dokumen by mitsubishi

            Di dalam acara ini, kalau menurut Gacil modelnya seperti Pasar Malam bernuansakan merah putih. Kenapa? Ya, karena di dalam acara ini ada wahana-wahana yang biasa Gacil temukan di pasar malam. Wah, balik lagi deh ke masa kecil hehe. Wahana yang tersedia ada komedi putar, wahana ini difilosofikan sebagai kendaraan Xpander Mitsubishi yang dapat menarik beban besar. Gila gak tuh kendaraan? Hehe. Selain komedi putar, ada Baling-Baling atau bahasa kerennya Ferris Wheel, ada Swing Carousel, Baloon Pool dan yang paling menarik perhatian Gacil adalah Mini XPander Traffic Park.

Komedi Putar
Masa kecil siapa yang tak pernah bermain wahana satu ini? Yang pernah masuk di Pasar Malam pasti pernah naik komedi putar. Di acara XPander Tons of Real Happiness, Gacil dan mamak dibuat bernostalgia dengan wahana ini. Seru, walaupun udah dewasa, gak ada larangan kok untuk menikmati wahana ini. Anak-anak yang hadir dan naik komedi putar kelihatan Super Happy, gak ada tuh yang nangis karena merengek gak dikasih naik. Semua Gratis, so gak ada alasan dilarang mamak atau bapaknya.
Komedi Putar versi XPander take by Mitsubishi


Baling-Baling atau Ferris Whell
Mau mamak, bapak atau anaknya bisa menikmati wahana yang satu ini. Duh sensasinya seru deh, benar-benar berasa terbang dan agak deg-degan. Gacil dan Mamak mencoba wahana yang satu ini, sambil teriak-teriak gak jelas, mengeluarkan kejenuhan dan masalah yang ada, eak..

Kerennya take by Mitsubishi XPander



 
Kseruan di Baling-Baling Bareng Mamak


Mini XPander Traffic Park
Gacil di Mini XPander Traffic Park tke by Mamak
            Mini XPander Traffic Park ini keren loh. Anak-anak bisa nyobain bagaimana berkendara mengenakan Mobil Xpander Mitsubishi versi mininya. Nah, di acara ini menurut Gacil cukup adil dan nyaman buat keluarga. Kenapa? Karena di sini juga ada Test Drive, yaitu mencoba berkendara menggunakan mobil Xpander Mitsubishi. Tentunya, hanya orang tua dan yang memiliki sim A saja kan yang bisa tes berkendara. Kalau anaknya merengek juga mau ikutan tes, gawat juga kan. Oleh karena itu, Mitsubishi menghadirkan wahana Mini Xpander Traffic Park. Setelah orang tuanya tes berkendara, jika anaknya merengek mau ikutan. Bisa main di Mini Xpander deh. Jadinya gak ada yang sedih dan semua happy di acara ini.


Situasi dan suasana di Mini Xpander Traffic Park


Fasilitas Canggih Seperti XPander masa Kini
360Derajat Slow Motion take by Ahmad Thantawi

        Satu hal yang menggambarkan, bahwa Mobil Xpander ini mobil yang canggih, terlihat dari adanya fasilitas Kamera 360derajat Slow Motion. Sumpah, di Medan baru ada yang beginian. Jadi, gengs, fasilitas Kamera 360derajat ini bisa kelen nikmati secara gratis, kelen cukup ambil nomor antrian, terus kelen bisa rekam gaya kelen sebebasnya selama tiga menit, kemudian kasih nomor whatsapp kelen ke panitia, dan taraaa…. Malamnya, video keren kelen akan dikirim panitia. Gak percaya? Cak kelen lihat video keren Gacil di Kamera 360derajat Slow Motion ini.
Eksis candid by Ahmad Tanthawi
    Keren kan gengs? Gak diragukan lagilah kecanggihan Mobil Xpander Mitsubishi. Acaranya aja secanggih itu apalagi mobilnya. Masih gak percaya gengs? Lihat nih gaya Gacil menjajali Kamera 360Derajat Slow Motion.


Kece super happy take by Mitsubishi

Mobil XPander Menurut Rifat Sungkar Atlet Motorsport

Gengs, selain menikmati wahana yang buat Gacil dan Mamak bisa bernostalgia berasa di pasar malamnya Mitsubishi XPander. Gacil dan teman-teman Blogger Medan mendapatkan kesempatan langkah loh. Apakah itu? Ya, kalau dua hari yang lalu di Mitsubishi ada selebgram kondang bang Maele. Di hari itu, Gacil berkesempatan bertemu dengan Bang Rifat Sungkar si Atlet Motorsport.


Abang kece Rifat Sungkar take by Mitsubishi
            Bang Rifat ini datang bersama Humas dan orang komunikasinya Mitsubishi. Ganteng dan cerdas. Itu yang terlintas dibenak Gacil ketika Bang Rifat ini menyapa Blogger Medan dan memberi wejangan tentang pengalamannya menggunakan Mobil Mitsubishi XPander. Apa sih pengalamannya? Awalnya, Gacil gak terlalu menggubris apa yang dibilang abang ini. Tapi, lama kelamaan Gacil jadi serius dengerin pengalamannya Bang Rifat saat menggunakan Mitsubishi Xpander.
Serius mencatat penjelasan dan wejangan dari Abang Rifat Sungkar take by Mitsubishi

            Jadi gengs, menurut Bang Rifat. Mobil Mitsubishi Xpander ini selain nyaman dan aman untuk keluarga. Ada banyak lagi kelebihannya. Nah, Bang Rifat bilang, di dalam mobil Xpander ini. Tidak hanya ada satu colokkan untuk charger loh. Tapi, ada lebih dari satu. Enak gak tuh? Jadi di mobil gak perlu rebutan apalagi sampe ngambek-ngambekan gara-gara colokkan, kan gak asik. Niatnya mau jalan-jalan dan happy naik mobil eh malah marahan gara-gara colokkan. Mitsubishi cukup peka loh gengs sama problema keluarga jaman sekarang. Bisa dilihat dari hal kecil seperti colokkan charger aja mereka perhatiin, apalagi yang lainnya. Selain itu, Gacil cukup terkesima dengan konsep mobil Xpander ini. Kantong-kantong untuk tempat minum aja juga dipikirkan. Jadi, di dalam mobil XPander ini ada banyak kantong-kantong tempat minum, jadi gak usah repot-repot cari tempat kalau bawa banyak botol minum.


Kebersamaan yang hakiki take by Mitsubishi
            Hal kecilnya diperhatikan, apalagi hal-hal besarnya? Nah, Bang Rifat juga bilang kalau di mobil XPander ini, muatannya bisa tujuh orang tanpa buat sesak napas. Kalau biasanya, di dalam mobil tujuh orang udah sesak napas, di mobil XPander sendiri tujuh orang masih bisa legah. Terus, enaknya lagi, kalau di dalam mobil ini ramah suara. Maksudnya gimana tuh Gacil? Ya, jadi kalau kita duduk di belakang, terus mau nanya sama yang duduk di paling depan, gak mesti teriak-teriak, ngomong biasa aja, yang paling di depan bakal denger suara yang paling di belakang. Asik gak tuh? Itu sih yang bilang Bang Rifat gengs. Kalau kelen mau tau, cuplikan ketika Bang Rifat kasih wejangan mengenai pengalamannya. Cuss, klik video berikut, puaslah kelen lihat abang ganteng ini.


Wejangan dari Abang Rifat Sungkar


Test Drive
Gengs, mungkin kelen gak terlalu percaya apa yang dibilang Bang Rifat. Ah, masa sebagus itu sih Mitsubishi XPandernya? Jujur, Gacil juga percaya tak percaya ketika mendengar penjelasan Bang Rifat. Tapi, Gacil jadi yakin setelah ikut merasakan Test Drive mencicipi gimana nyaman dan safetynya berada di mobil Xpander ini. 


Yok Test Drive Mitsubishi XPander 
Gilak gak tuh? Dahlah, Gacil kalau inget-inget berada di dalam mobil Xpander ini, pengen kali Gacil bawa pulang tuh mobil. Tapi, entar deh nabung dulu. Gimana serukan? Karena seru dan nyamannya mobil ini. Sampai-sampai ada pengalaman lucu yang Gacil alamin ketika Test Drive. Jadi, di dalam mobil Xpander ini adem, karena ACnya asik, dingin tapi gak buat menggigil. Terus, selesai test drive. Gacil turun dari mobil. Loh, Gacil kok gak ngelihat apa-apa ya? Buram gitu. Ternyata oh ternyata, kacamata yang Gacil kenakan berembun akibat AC di dalam. Sepontan Gacil ngakak dapat pengalaman lucu gini. Haha, Super Happy deh seharian Gacil dan mamak berada di acaranya Mitsubishi Xpander Tons of Real Happiness berton-ton kebahagian yang dibawa oleh Mitsubishi Xpander untuk keluarga IndonesiaYok, langsung aja klik lihat keseruan Gacil merasakan berada di dalam mobil Xpander ini.



Keseruan Test Drive XPander Mitsubishi

            Nah, Gengs ternyata yang dibilang Bang Rifat itu beneran. Gak Bohong. Ini bukti keasikan Gacil berada di dalam Mobil Mitsubishi Xpander. Suer deh gak bohong.


Yuk ikut bersama Gacil take by mamak

Tidak Hanya di Kota Medan, Segera Hadir di Kota Kamu


Yuk ikuti caranya
Gengs, jangan sedih. Xpander Tons of Real Happiness ini gak hanya ada di Medan loh. Sejak bulan Juli 2018. Acara amazing ini, sudah dilakukan di empat kota seperti di Bekasi, Semarang, Surabaya serta Makassar. Kota Medan menjadi kota kelima dari sembilan kota yang akan dikunjungi. Nextnya, di kota mana aja ya? Ya, selanjutnya setelah di kota Medan, Xpander Tons of Real Happiness ini akan hadir di Pekanbaru, Bandung, Palembang dan Tanggerang. Informasi lengkap mengenai jadwal dan bintang tamunya, langsung aja meluncur ke MitsubishiXPander

Terus Cara Ikutannya Gimana?

Gengs, acara Xpander Tons of Real Happiness sedang atau segera hadir di kota kamu. Tapi, kamu bingung gimana cara mendapatkan tiket gratisnya biar bisa ikutan? Gampang gengs. Yok ikutin cara berikut :

1.      Kamu kunjungi website-nya www.tonsofrealhappinees.com seperti berikut ini

2.      Ketika form pendaftaran muncul silahkan klik ‘Daftar’ untuk ikutan

3.      Terus, kamu isi form registrasi dengan data diri lengkap kemudian klik ‘Kirim’

4.      Setelah itu, kode registrasi (Web ID) bakalan dikirim melalui SMS Setelah mensubmit atau mengirim form yang sebelumnya sudah kamu isi dari website tersebut. Seperti berikut!

5.      Simpan Web IDnya
6.      Nah, kamu tinggal datang deh ke lokasi acara Xpander Tons of Real Happiness yang sedang ada di kota kamu. Kemudian, tunjuki WEB ID kamu ke panitia. Satu WEB ID boleh untuk empat orang ya gengs. Jadi kamu boleh bawa mamak, bapak atau adik, atau pacar atau siapapun ya.

Selamat menikmati acara paten ini Gengs.

Intinya Acara Ini Melebihi Ekspetasi


Asek take By Ahmad Tanthawi

Gengs, intinya acara Xpander Tons of Real Happiness ini melebihi ekspektasi yang Gacil bayangkan. Awalnya, Gacil kira ini acar biasa-biasa aja kayak acara yang lain, tapi ternyata enggak. Selain dibuat super happy, Gacil juga mendapatkan banyak ilmu dan manfaat. Terlebih pelayanannya yang baik dan ramah. Mengajarkan Gacil untuk membuat sesuatu itu dengan ikhlas maka akan terasa ikhlas juga. Seperti Mitsubishi ikhlas membuat campaign yang bukan sekedar menjual produk, tapi juga membahagiakan hati banyak Keluarga Indonesia.


Bareng mamak super happy
      Secara keseluruhan Gacil dan mamak super happy sama ni acara. Mulai dari penyambutan, keramahan, fasilitas wahana, rangkaian acara yang menarik sampai kebersihan lokasipun cukup baik. Gacil suka deh, Mitsubishi memperhatikan dengan baik masalah kebersihan. Hanya saja, tempat untuk duduk dan ruang shalat yang masih belum memadai. Intinya itu aja sih. Kelen lihat ajalah, keseruan Gacil, mamak dan Blogger Medan di Xpander Tons of Real Happiness, cek it out langsung klik nikmati video keseruan Gacil.


Blogger Medan bersama XPander menebar kebahagiaan

Gacil masukkan di Super Happy karena memang bikin Happy

Blogger Medan berkreasi

Kenalan dengan Mitsubishi XPander Yuk!!


Ini baru kece take by mitsubishi

  Gengs, kenalan bentar yok sama Mitsubshi XPander ini. Gengs, Perkenalkan. Mitsubishi Xpander ini merupakan small-MPV unggulannya Mitsubishi dengan tagline ‘Your Next Generation MPV’ berkonsepkan desain yang atraktif, memiliki Ruang Kabin yang Lapang dan Nyaman, Interior yang Fungsional dan Kenyamanan serta Keamanan Berkendara yang didukung dengan performa berkendara stbil dan nyaman, mesinnya bertenaga dan efisien serta ragam fitur keamanan.


Merah lebih mewah take by Gacil
      Hebatnya lagi gengs. Xpander ini telah meraih sekitar sembilan penghargaan amazing loh. Seperti Favorite Car by Survey Gridoto Awards 2018, Best Low MPV, Car of The Year, Best of The Best MPV dan puncaknya 1st Winner Favorite Car. Tuhkan, aje gile gengs. Selain sembilan penghargaan amazing. Xpander ini juga telah meraih Skor keamanan 4 Bintang dari ASEAN NCAP. Udah aman kalilah, udah diakui seASIA ini gengs. Apalagi? Kumpuli uang, jadikan Mitsubishi ini target kamu ya… Kalau sudah punya uang, gak usah ragu untuk miliki si canggih nan nyaman ini. Mitsubishi Xpander: Tons of Real Happiness berton-ton kebahagiaan yang dibawa oleh Mitsubishi Xpander untuk keluarga Indonesia

Reading Time:

Selasa, 16 Oktober 2018

Lifestyle Blogger Medan - PANAH CINTA (Short Story)
02.581 Comments
Dokumen by ceritagadiskecil.com

 Lifestyle Blogger Medan 
 

"Waalaikumsalam ukhti.... Iya ini sebentar lagi aku akan berangkat,"  
Saat mengangkat telpon, tangannya sibuk memasukkan beberapa barang yang akan dibawanya ke dalam tas. Setelah dirasa semua sudah beres. Gadis berkerudung merah jambu itu segera keluar dari kamarnya, sembari menenteng tas dan kamera digital yang menggantung di leher. Ia menemui sosok separuh baya yang sibuk menata makan siang di ruang makan.

          "Siang umi...."

          "Siang sayang.... Nampaknya kamu sudah siap?"

          "Iya umi.... Tadi Nisa baru aja telfon Bulan. Katanya, anak-anak di desa udah nunggui ke datangan Bulan,"  Rembulan menyantap sebentar sajian makan siang yang sudah dibuat oleh Uminya.

          "Umi... Bulan pergi dulu yaa... Salam buat Abi... Assalamualaikum," Gadis itu menciup pipi ibundanya.

          "Waalaikumsalam.... Hati-hati di sana ya nak," doa Umi.

Mobil yang menghantarakan Rembulan memasuki daerah yang sejuk, indah dengan pepohonan yang hijau nan rimbun, berbeda dengan suasana kota yang panas dan bising oleh kelekson kendaraan, perlahan suasana kota menghilang. 

Damai, tenang dan udara segar menggantikan. Di dalam mobil, gadis itu sibuk memotret pemandangan yang ia lalui. Ia tersenyum, merasa tak sabar untuk segera sampai dan bertemu dengan orang-orang yang telah menunggunya di sana.

         "Berapa lama kita akan sampai Pak?" ketidak sabaran Rembulan membuahkan pertanyaan kepada sopir yang menghantarkannya.

        "Setengah jam lagi kita akan tiba di pelabuhan Mbak," ujar sopir kiriman Nisa, sahabatnya.

Memelurkan waktu yang cukup lama untuk sampai di desa. Belum lagi, gadis itu harus menempuh perjalanan laut dengan sampan kecil yang hanya mampu mengangkut beberapa orang. Memang harus merasakan lelah terlebih dahullu untuk menikmati keindahan. Itulah yang sering dirasakan Rembulan.

Tiba di pelabuhan, ia bergegas keluar sembari menggendong tas bawaannya. Tidak banyak, hanya ada satu tas gendong dan satu koper kecil yang ia jinjing. Melihat, luasnya bentangan lautan yang diisi dengan air bergelombang. Tenang dan terkadang menakutkan. Itulah keadaan air di lautan. Rembulan tidak melihat satupun kapal atau sampan yang akan ia tumpangi.

          "Mbak... Sepertinya sampan dan kapal nelayan sudah tidak ada lagi. Kita sampainya kesorean..." keluh sopir dengan gurat kecemasan.

Rembulan menoleh lirih ke arah bapak yang memakai topi dan terlihat sedikit rambut putih yang menyembul di balik topi. Ada kecemasan terlihat di sana.

         "Apa Mbak Nisa tidak memesankan sampannya juga, Pak?"

        "Mbak Nisa tidak memberikan pesan soal itu kepada saya."

Mungkin Nisa lupa. Pikir Rembulan, matahari masih memancarkan sinarnya begitu terik di atas kepalanya. Rembulan mencari posisi yang tepat untuk mengambil potret yang bagus. Sedangkan bapak tadi, sibuk mencari sampan yang hendak Rembulan tumpangi, tampak sang bapak bertanya ke sana ke mari pada warga yang berada di sekitar pelabuhan.

Jemari gadis itu memutar ring fokus pada kameranya. Ia membidik satu jepretan alam yang indah, di tengah pelabuhan yang terasa sayup-sayup menghebuskan angin laut. Dalam kameranya, gadis itu menangkap satu bidikkan yang membuatnya tak puas melihat dari lensa saja. Rembulan menghentikan aktivitas memotretnya.

            "Mass....." Rembulan melambaikan tangannya, sedikit berteriak agar seseorang yang berada di dalam kapal kecil itu dapat mendengar dan melihat keberdaannya.
Hanya ada satu kapal kecil yang berlayar tak jauh dari posisi Rembulan berdiri. Mendengar teriakkan gadis itu, sang sopir ikut membantu agar sosok yang ada di dalam kapal mau mengarahkan kapal kecilnya ke arah mereka.

Beberapa menit menunggu, kapal kecil itu mendarat di hadapan Rembulan. Seseorang yang mengemudikan kapal dengan beberapa jaring ikan di dalamnya itu adalah seorang pemuda yang memakai kaos oblong dan celana kepper panjang.

               "Assalamualaikum... Maaf mas.. Bisakah antarkan saya ke Desa Jaring Halus yang ada di seberang sana?" ujar Rembulan dengan suaranya yang lembut.

                 "Waalaikum salam... Ukhti,"
Pemuda itu terdiam, berfikir sejenak sembari mengenali gadis yang ada di hadapannya.

"Tolong Mbak ini mas. Dia harus tiba di sana sekarang juga," ujar Sopir.

Pemuda itu mengangguk. Rembulan bisa bernapas legah. Akhirnya, ada juga yang akan menghantarkannya untuk berlabu ke desa yang berada di seberang sana. Di atas kapal kecil dengan aroma sedikit amis bersama jaring-jaring mata pencaharian, Rembulan duduk memandang luasnya alam. Ia tertegun, sesekali jemarinya menekan tombol potret pada kamera. Membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam untuk sampai ke darat.

Matahari mulai tertutup awan, warna jingga menghampar di atas sana. Pemandangan yang luar biasa, namun kenapa gadis itu sedikit merasa resah? Ia belum membuka pembicaraan dengan pemuda yang mengemudikan kapalnya.

                 "Maaf mas jika saya ini merepotkan," Rembulan memulai pembicaraan. Rasanya bosan jika dalam keadaan hening.

                 "Ah.. Tidak apa ukhti... Saya juga memang hendak berlayar ke sana." Pemuda itu tersenyum manis.

Sejak lima belas menit bersama, baru ini ia melihat senyum tulus dari pemuda yang ia repotkan itu. Rembulan mengangguk, keadaan kembali hening.

                "Saya Rembulan..." Gadis itu tersenyum sembari memberikan salam perkenalan tanpa berjabatan.

               "Busur...." pemuda itu mengangguk ke arah Rembulan.

Rembulan terkekeh sedikit mendengar namanya. Unik. Tanpa di sadari, gadis itu diam-diam memotret sang pengemudi kapal kecil, bernama Busur itu. Ia menyimpan satu foto tentangnya di dalam kamera.
Matahari perlahan mulai menghilang namun cahayanya masih terpancar. Ombak mulai mengguncang. Inilah alasannya kenapa tak ada satupun kapal atau sampan nelayan yang berlayar memburuh ikan. Ombak mulai enggan untuk tenang. Kapal kecil yang ditumpangi Rembulan mulai terguncang cukup goyang. Ia mencengkram ke dua sisi kapal. Disimpannya kamera yang menggantung ke dalam tas. Tak hentinya gadis itu memohon keselamatan pada Allah.

Busur sedikit geli melihat ekspresi ketakutan gadis yang baru ia kenal.

                 "Tidak apa ukhti... Jam-jam segini air laut memang lagi pasang." Busur mencoba untuk menenangkannya.

Mendengar suara serak sendu dari pemuda itu. Rembulan langsung membuka matanya yang terpejam. Ia tersenyum malu. Malu karena ketakutannya yang memalukan. Saat hendak tiba di darat, sebuah kapal cukup besar berada di sisi kanan kapal kecil mereka. Tampaknya kapal itu juga ingin mendarat dan memakirkan kapalnya. Namun, saat bersamaan. Kapal kecil milik Busur menghantam sisi kanan kapal. Untung kapal kecil itu tidak terhempas. Namun, Rembulan menjerit.

               "Aaaw...." suara gadis itu melengking saat sisi kanan kapal bertabrakkan. Busur terhentak, sepontan ia mendekati gadis itu.

              "Ada apa ukhti?"

Rembulan mengkibas-kibas jemarinya dengan gurat wajah kesakitan. Tampak di salah satu jarinya keluar darah dan luka sedikit di sisi jarinya.

             "Jemari saya terhantam sisi kapal," Rembulan masih meringis.

Ombak kencang yang tadi mengguncang kapalnya, membuat gadis itu mencengkramkan tangannya di antara sisi kapal kecil. Hingga ia lupa melepaskan cengkraman itu. Sampai, jarinya terhantam oleh sisi kapal yang ada di sebelah kapal kecil mereka.

             "Masukkan jemari ukhti yang luka itu ke dalam air," pinta busur.

Rembulan menggeleng. Iya tau, pasti air laut yang asin itu akan membuat jemarinya yang luka terasa pedih.

             "Tidak apa ukhti... Nanti jemarinya semakin sakit jika tidak langsung diobati,"

Rembulan masih tidak mau. Ia tetap menggelengkan kepala. Busur meraih pergelangan tangan gadis itu. Tidak bersentuhan, melalui perantara kain baju yang dikenakan Rembulan. Busur memasukkan jemari yang luka itu ke dalam air laut yang asin dengan paksa.

Rembulan meringis, karena memang yang diduganya benar. Air asin akan memberikan rasa perih di tangannya. Tapi tidak lama rasa sakit itu, lama kelamaan rasa sakit pada tangannya menghilang.

              "Tidak sakitkan ukhti?" ujar Busur seakan tau apa yang ada di dalam hati Rembulan.

              "Iya.. Tidak," Rembulan menyengir.

Sesampainya di darat, tepatnya di gerbang Desa Jaring Halus. Rembulan melambaikan tangannya pada Busur sebagai tanda perpisahan.

              "Syukron... Busur..."

                                                                                
****
Nisa dan para warga desa Jaring Halus menyambut hangat ke datangan Rembulan. Malam mulai larut, ia langsung membagikan kisah seru kepada warga dan anak-anak desa yang penuh keakraban. Nisa sengaja mengundang gadis itu untuk membantunya, dalam menyukseskan agenda sosialisasi dari kampus tempat Nisa berkuliah.

                   "Asssalamualaikum... Selamat malam ibu, bapak, dan adik-adik semua.... Perkenalkan saya Rembulan. Temannya Nisa.. Senang bertemu kalian semua... Di sini saya akan berbagi sedikit kisah saya menjadi penulis travel,"

Rembulan merasa hangat dengan keakraban saat ia bercerita tentang pengalamannya. Mulai dari menjelajahi kota besar yang ada di Indonesia sampai pada kisahnya menelusuri tembok cina, yang hanya bisa dinikmati dari buku karangan atau media televisi saja. Menulis perjalananl yang menghantarkannya pada kisah-kisah seru di negeri orang tanpa membayar biaya sepeser pun.

Setelah pertemuan singkat dengan warga desa yang antusias mendengar pengalamannya. Nisa menghatarkan Rembulan ke tempat untuknya beristirahat,.

                     "Maaf ya Bulan. Tadi sopir ngabari ke aku kalau kamu susah dapat tumpangan untuk menyebrang ya..." Nisa membuka pembicaraan di tengah perjalanan menuju tempat bermalam Rembulan.

                      "Iya.. Mungkin kamu lupa untuk menyewakan satu kapal untukku. Tapi yasudahlah tidak apa, untung saja tadi ada pemuda yang baik," ujar Rembulan tersenyum mengingat pemuda itu.

                     "Alhamdulillah... Terus kenapa tanganmu sampai terluka?"

                    "Oh ini?" Rembulan melirik ke jemarinya yang belum terbungkus perban.

                   "Ada sedikit kejadian, saat tadi mau mendarat," lanjut Rembulan.

                   "Yasudah.. Kamu pasti lelah. Di kamar sudah ada perban, kamu obati lukanya yaa.. Selamat beristirahat. Dan sampai jumpa besok pagi, kita akan belajar bela diri besok. Assalamualaikum..." ucap Nisa saat tiba di depan kamar yang mereka tuju.

                     "Waalaikumsalamm..."
***

Tangguh!
Kekaguman itu yang berdecak di mulut para lelaki saat mengenal Adiba. Perempuan manis yang mengenakan cadar hitam serta pakaian yang serba tertutup. Gayanya anggun namun sikapnya sangat dingin.

                            "Bagus sekali Adiba... Kamu semakin fokus pada sasaran," suara itu mengusik konsentrasi gadis yang sedang fokus pada bidikannya.

Anak panahnya meleset pada titik sasaran yang salah. Gadis berniqab itu menghentikan aktivitas memanahnya. Di balik niqabnya terlihat senyum gembira, sosok yang baru saja hadir membawa suasana baru.

                           "Bukankah saat kita menginginkan sesuatu harus fokus pada sasaran?" Sahut Adiba pada pemuda yang pagi itu menggunakan seragam bela diri.

Adiba mencari posisi untuk duduk, melepaskan lelahnya. Cukup lama ia berlatih memanah, melatih konsentrasinya. Gadis itu meletakkan anak-anak panahnya.

                            "Ya, kamu memang pandai dalam berkonsentrasi pada sasaran. Itu karena hasil kerja kerasmu berlatih memanah sejak kecil, bukan?" Goda pemuda itu.

                          "Untuk menghasilkan yang pasti. Tentunya kita membutuhkan waktu yang lama.." cela Adiba.

                          "Oh ya.. Kita mendapatkan undangan dari mahasiswa yang bersosialisasi di desa kita. Mereka meminta kita untuk mengajarkan bela diri." Pemuda itu memberikan sebuah undangan kepada Adiba.

                          "Hah... Aku bisa apa Busur? Kau sajalah yang menghadirinya.. bukankah kau sangat hebat bela diri?" Tolak Adiba.

                         "Hanya kamulah pemanah yang selalu pesimis. Kamu punya banyak ilmu dan menguasai teknik memanah. Orang lain membutuhkan ilmu itu!" Ujar Busur.

Adiba tertegun. Pemuda itu selalu saja punya cara untuk membuat dirinya tidak menolak. Sejak kecil, mereka selalu beda pendapat. Dan Adiba selalu saja mengalah. Karena Busur mempunyai cara sendiri untuk membuat dirinya luluh.

***

Suasana pagi di desa Jaring Halus membuat Rembulan terkagum. Langit yang cerah dan kegiatan para warga yang siap untuk berlayar mencari ikan. Di satu pondok, anak-anak sedang berkumpul. Rencananya pondok itu akan menjadi perpustakaan kecil, yang akan dibuat Nisa. Namun, tampaknya pagi ini. Pondok itu diisi untuk suatu kegiatan yang dikatakan Nisa tadi malam. Ya, belajar bela diri. Anak-anak sudah bersiap-siap menerima ilmu bela diri. Ada yang bertingkah memasang kuda-kuda seperti para atlet bela diri yang sudah profesional.

                                   "Segar sekali udara pagi ini...." Rembulan menghirup udara pagi yang segar.

Gadis itu sesekali memotret kegiatan para warga. Sehingga menghasilkan foto yang menarik. Dengan menggunakan gamis santai serta jilbab yang menutupi dada, Rembulan berjalan menuju ke arah anak-anak di pondok yang sedang mendengarkan komando dari sahabatnya yang tangguh. Sebelum berada di antara mereka, tidak terlalu jauh. Rembulan mencoba membidik satu jepretan moment indah itu. Ia memutar ring fokus pada kameranya, matanya mengintip dari jendela kamera. Jemarinya hendak menekan tombol jepret. Namun, keinginannya itu terhenti saat melihat pemuda yang sama, pemuda yang menghantarkannya kemarin malam. Hanya saja, pemuda itu tampak lebih gagah menggunakan baju bela diri pencak silat. Dan satu lagi, ia bersama seorang wanita berniqab dengan seperangkat alat memanah di punggungnya.

Rembulan sempat terhanyut dalam lamunannya. Hingga ia tersentak, saat Nisa menyadari keberadaannya dan memerintahkan ia untuk segera bergabung dengan mereka.

                                 "Rembulan.. perkenalkan, mereka adalah pemuda desa di sini yang hebat dalam bela diri," Nisa memperkenalkan Rembulan kepada dua sosok di depannya.

Rembulan tersenyum pada Busur dan juga Adiba. Ia menganggukkan kepalanya.

                                "Assalamualaikum... Saya Rembulan," gadis itu mengangguk dan memperkenalkan dirinya.

                                 "Walalaikum salam," sahut Busur dan Adiba dengan berbarengan.

                                 "Bagaimana keadaan jemari kamu ukhti?" Tanya Busur membuat Adiba menoleh kepadanya. Tolehan pelan namun terasa tegas.

                                "Kalian sudah saling mengenal?" Tanya Nisa.

                                "Ini loh Nis. Pemuda yang mau menghantarkanku semalam," ujar Rembulan begitu antusias.

                               "Iya ukhti. Saya kemarin sudah bertemu dengan Rembulan." Sambung Busur.

Adiba menatap sayu gadis yang tak kalah cantik di hadapannya. Ia menyelidiki ada gurat kekaguman di wajah gadis itu saat berbicara dengan Busur. Melihat gerak-gerik itu, hati Adiba menjadi gelisah. Entah kenapa, ia memiliki rasa takut kehilangan sahabat kecilnya, Busur.

Kegiatan sudah di mulai, masing-masing sibuk dengan posisinya. Busur terlihat sibuk mengajarkan anak-anak berlatih pemanasan dan teknik bela diri pencak silat, bela diri asli negara sendiri. Tampak antusias anak-anak mengikuti arahan Busur. Sedangkan, di sisi lain ada Adiba yang mengajarkan cara memanah kepada anak-anak yang memiliki rasa penasaran akan bela diri itu.

Nisa? Ya, sahabatnya itu sibuk untuk mempersiapkan kegiatan lainnya. Sedangkan Rembulan. Apa yang bisa dilakukannya? Gadis itu tak menguasai satupun bidang bela diri, ia hanya pandai memotret dan memilih Angle pengambilan gambar yang baik. Di tengah kesibukan Busur dan Adiba mengajarkan teknik bela diri. Rembulan sibuk memburu moment yang diabadikan melalui kameranya.

                                    "Pemuda itu... Mengagumkan.." Rembulan terkagum saat memandangi Busur. Di sisi lain, Adiba mempergoki gadis itu tengah terkagum-kagum pada sahabat kecilnya. Ada rasa aneh yang menyusup di hati gadis bersikap dingin dan tertutup itu. Cemburu? Ah.. rasanya itu rasa yang terlalu jauh. Bagaimana gadis sedingin Adiba bisa memiliki rasa cemburu. Tapi entah kenapa, tatapan kagum Rembulan kepada Busur membuat Adiba tidak fokus mengajarkan ilmu membidik kepada anak-anak di hadapannya.

Busur menyuruh anak-anak untuk mencoba berlatih apa yang sudah ia terangkan. Di sela kesenggangannya itu, Busur menghampiri Rembulan yang terlihat tertegun.

                                  "Bela diri mengajarkan kita untuk menjadi karakter yang baik," ujar Busur membuat Rembulan tersentak dari lamunannya.

                                  "Kamu hebat! Berapa lama biar bisa sejago itu?" Rembulan mengalihkan pandangannya ke pemuda yang sedari tadi ia pandangi.

Mendengar pertanyaan itu, Busur tersenyum. Ia mengerti saat ini, gadis cantik nan lembut suaranya itu tidak menguasai teknik bela diri. Beda halnya dengan Adiba. Busur duduk di perbatasan pondok, ada semacam bangku yang terbuat dari semen.

                            "Seperti kata Adiba, untuk menghasilkan yang pasti. Tentunya kita membutuhkan waktu yang lama," jawab Busur membuat Rembulan semakin terkagum.

Rembulan terdiam, terbawa pada hanyutnya  suara yang serak sendu. Ia tidak pernah memiliki rasa seperti saat ini sebelumnya. Memang terlalu cepat jika ia dituduh sedang jatuh cinta. Busur kembali bangkit dari posisinya. Ia kembali mengajarkan teknik bela diri kepada anak-anak. Sekarang gantian Rembulan yang terduduk memandangi suasana di sekitarnya.

Setelah selesai kegiatan bela diri hari itu. Semua berkumpul dan mengucapkan salam perpisahan pada anak-anak. Rembulan menghampiri Busur yang tampak kelelahan. Keringat pemuda itu membasahi wajahnya, Rembulan perihatin melihat itu. Ia memberikan sebotol air mineral.

                                      "Tampaknya melatih anak-anak untuk belajar bela diri itu melelahkan ya?" Ujar Rembulan sebagai kata pengantar dari sebotol air mineral yang ia sodorkan.

Busur menatap wajah gadis itu, yang malu-malu perlahan memalingkan pandangannya. Ia menerima air mineral yang kini diteguknya sampai habis.

                                       "Tidak juga! Hanya saja kita membutuhkan kesabaran yang lebih," sahut Busur.

Di tengah diskusi mereka. Adiba tampak menghampiri Busur dengan mengabaikan Rembulan. Bersama alat memanahnya, gadis itu terlihat muram. Walau hanya kedua mata saja yang dapat dilihat. Tapi gurat kekesalan itu dapat dimengerti.

                                          "Sudah selesai. Lebih baik kita pulang lebih awal," celetuk Adiba.

Rembulan menyembulkan senyum ramah pada gadis berniqab itu. Ia mencoba untuk akrab kepadanya.

                                        "Kenapa harus terburu-buru ukhti? Bisakah kamu ajarkan aku untuk memanah. Dan jadi pemanah yang hebat sepertimu?" Pinta Rembulan.

Adiba diam. Ia rasanya enggan untuk berbicara pada gadis yang sudah kurang ajar, diam-diam mengagumi sahabat kecilnya. Namun, Busur dengan antusias menyetujui pinta dari Rembulan. Bahkan, sebelum Adiba memutuskan kata iya.

                                      "Benar sekali! Seorang gadis harus bisa menguasai salah satu bela diri. Termasuk memanah. Ukhti.. tau gak? Kalau Adiba ini pemanah wanita yang tangguh. Ia sangat fokus pada sasarannya." Busur tampak tulus memuji Adiba.

                                    "Kalau begitu.. ukhti harus mengajarkanku agar aku bisa sehebat ukhti." Sahut Rembulan. Dengan paksa Adiba menerima permintaan itu. Sesungguhnya ia malas berlama-lama dengan gadis yang baru saja dikenalnya.

Adiba mengajarkan teknik memanah kepada Rembulan. Saat proses pembelajaran itu, kesalahan yang diperbuat Rembulan membawa tawa dan senyum di bibir Busur. Semakin Busur tertawa lepas melihat tingkah lucu Rembulan. Semangkin enggan Adiba mengajarkan teknik memanah yang ia miliki.

                                   "Yah.. inilah manusia. Kita diciptakan untuk berbeda. Busur bisa silat, Ukhti jago memanah. Dan aku? Hanya bisa memotret. Ya.. setidaknya tidak terlalu buruk," celetuk Rembulan memalingkan kebodohannya dalam memanah.
     
                                      "Butuh proses untuk belajar saja ukhti," sahut Busur menggugah semangat dan kepercayaan diri Rembulan.
Yang sedari tadi asik berbicara dan merasa suasana milik berdua, hanyalah Rembulan dan Busur. Walau mereka baru saling mengenal, tapi keakraban itu sangat terasa. Sampai-sampai Busur yang selalu memusatkan perhatiannya kepada Adiba. Malah mengabaikan gadis itu.

                                    "Assalamualaikum..." Pamit Busur dan Adiba menutup perjumpaan mereka dengan Rembulan dan Nisa.
***

Busur tidak konsentrasi pada latihan bela dirinya, beberapa pukulannya pada samsak tampak tidak mantap. Ia merasa bayangan gadis itu terus mengusik konsentrasinya. Entah rasa apa, kagum?

                                       "Gadis yang keras kepala," gumam Busur tersenyum mengingat gelengan angkuh Rembulan saat jemari gadis itu terluka.

Busur menghempaskan satu pukulan lagi pada samsaknya.


***

Dari dalam kamarnya, di samping jendela. Pemandangan di luar sana sungguh indah. Panorama sore yang disuguhkan Desa Jaring Halus untuk Rembulan. Langit sore yang berwarna jingga, mentari yang separuh menghilang. Memberikan inspirasi pada jemari lentik Rembulan menuangkan kegelisahannya akan sebuah rasa, ia tuangkan di laptop yang ada di hadapannya. Ia tersenyum saat mendiskripsikan sebuah foto yang dipotretnya kemarin. Foto pemuda yang tengah mengemudi sampan dengan senyum yang menawan.

                                 "Jika langit sore saja mampu membuatku terkagum. Senyum menawanmu wahai pemuda desa, membuatku tak berkutik sedikit pun."

Kata-kata manis itu ia tulis di laptop miliknya.  Pipinya tampak seperti mawar, merona karena senyum yang tak habisnya mengembang.

***



                              "Sendu, seribu haru... Kuputik bunga yang berpeluh di musim ini. Ku arahkan bidikkan, anak panah siap menyerang. Tak kurasa, hati mulai gelisah. Saat gadis itu mulai memandang. Busur, sahabat kecilku. Entah apa yang merasuk di kalbu. Tak kuinginkan rasa yang membuatku kelu. Cemburu atau hanya rasa semu?"

Gadis itu mengukirkan rasanya, hanya dengan sebuah pena berbentuk lama. Mirip seperti anak panah, dituliskannya rasa yang membuat hati serba salah. Di sebuah kertas.

Adiba larut dalam lamunannya, ia hendak menghabiskan semua rasa yang ada di dalam kertas genggamannya. Namun, apa daya. Busur hadir di tengahnya, membuatnya terkejut dan menyembunyikan kertas berisi rasa.

                                      "Sejak kapan gadis pemanah, mulai suka menuangkan kata dalam sebuah kertas?" Goda Busur membuat Adiba tersentak menyembunyikan kertas miliknya.

Gadis itu mencoba tenang, mengatur napasnya. Mencoba kembali pada dirinya yang misterius dan dingin. Sedikit berbicara, namun tepat pada sasaran. Itulah, Adiba.

Adiba bangkit dari posisinya, ia tak mampu menatap mata Busur. Wajahnya pura-pura fokus pada batang pohon yang menjadi sasaran anak panahnya.

                                                   "Menurutmu, cinta itu apa?" Kalimat maut dari mulut Busur membuat arah anak panah Adiba entah kemana, tidak tepat sasarannya. Fokusnya pecah, pertanyaan seperti apa itu? Tidak pernahnya, sahabat kecilnya itu membahas hal sensitif itu.

                                                    "Seperti memanah. Fokus pada satu titik yang ingin kau tuju. Maka itu lah cinta. Hanya satu titik fokusnya bukan dua atau tiga," jawab Adiba sedikit bergetar.

Busur terdiam. Dia terhenyak pada kalimat gadis di hadapannya. Cinta? Rasa? Busur pun tidak mengerti kenapa bibirnya kelepasan bertanya hal itu. Ia tersenyum.

                                  "Ya, kau benar. Terimakasih, Adiba. Assalamualaikum," Busur segera menghilang, Adiba belum selesai berkata. Gadis itu memalingkan wajahnya ke belakang. Dilihatnya tak ada lagi sosok yang membuat resah rasa.

***


Usai sudah, Rembulan menikmati indahnya desa Jaring Halus. Ia harus meniggalkan keakraban di sana. Setelah memeluk erat sahabatnya, Nisa. Rembulan sempat berfoto bersama dengan warga desa dan anak-anak yang lucu.

Nisa, sudah memesan sebuah kapal kecil untuk menghantarkan Rembulan ke seberang sana. Hari memang telah senja, sulit untuk berlayar. Tapi, Rembulan yang meminta. Ia ingin pulang dan menikmati perjalanan menuju daratan yang ada di seberang sana dengan memandang indahnya senja.

Sebenarnya, bukan itu alasan utama gadis itu. Ada alasan yang tersembunyi. Yang tak bisa ia katakan pada sahabatnya lagi. Sebuah kota berpita kuning. Di bawanya penuh dengan hati-hati. Ada sosok yang hendak ia temui sebelum pergi. Tapi, tampaknya ia tak tau bagaimana cara menemukan sosok itu.

Rembulan duduk di pasir tempat ombak menepi. Ia menunggu kapal kecil yang akan menjemputnya. Gadis itu menatap langit yang luas di atasnya, matanya terpejam. Ia sedang membayangkan sesuatu. Sesuatu yang pastinya indah.

                                          "Assalamualaikum ukhti... Maukah, saya hantarkan sampai di seberang sana?" Suara itu melenyapkan bayangan Rembulan. Matanya terbuka, menatap ke arah suara. Oh Tuhan.. hatinya hendak memekik, bayangan yang terpejam dalam angan kini hadir nyata di sampingnya.

                                               "Busur?" Pekik Rembulan tak percaya.

                                                 "Sudah terlalu sore.. ayo saya antarkan." Busur beranjak menghampiri kapal kecil yang terikat. Ia sudah bersiap-siap untuk berlayar.

Tak ada perbincangan serius. Rembulan hanya terdiam, ada kecanggungan di hatinya. Ia melihat kotak yang selalu dipegang. Sesekali gadis itu melirik Busur yang sibuk dengan kapal kecilnya.

                                                    "Ukhti.."
                                                    "Mas..."

Mereka membuka suara berbarengan. Rembulan menundukkan pandangannya. Raut malu-malu di wajah itu seperti sinar mentari yang enggan kembali.

                                           "Tidakkah ukhti bersabar untuk menikmati keindahan di desa kami beberapa waktu lagi? Apa, desa kami memberikan kesan yang tidak berkenan di hati ukhti?" Ada rasa kekecewaan di balik kalimat pemuda itu. Ia seakan menginginkan gadisnya bertempat di desa lebih lama lagi.

Rembulan langsung membantahnya dengan gelengan kepala. "Tidak! Desa Jaring Halus sangat indah.. tapi waktuku di sana telah usai. Aku harus kembali ke kota dan bergulat dengan kesibukan yang memuakkan di sana,"

Keadaan kembali hening. Beberapa waktu, Rembulan kembali membuka suara. Dengan nada yang malu-malu dan sedikit terdengar kaku.

                                        "Bersediakah, Mas menerima pemberian sederhana saya ini? Sebagai ucapan terimakasih telah menolong saya kemarin dan saat ini?" Gadis itu memberikan sebuah kotak yang dipegangnya sedari tadi.

Busur menatap kotak itu. Ia melirik kembali mata gadis di hadapannya, bola mata itu mencoba meyakinkannya untuk segera menerima pemberian dari pemilik bola mata.

                                                "Apa ini? Seharusnya ukhti tidak perlu berepot-repot. Saya ikhlas mebantu ukhti."

                                                  "Hanya kenangan sederhana. Tidak sampai merepotkan saya kok." Terang Rembulan dengan menguntaikan senyumannya.

Busur berhasil menghantarkan Rembulan ke seberang. Ini saat yang sulit. Ia harus berpisah dengan gadis yang mampu membuatnya peka pada rasa cinta. Rasanya, enggan sekali ia melepaskan gadis itu.

                                              "Jika ukhti ada waktu... Jangan sungkan untuk kembali. Kita bisa kembali belajar, atau ukhti mau belajar memanah dengan Adiba? Saya tidak akan keberatan," tawar Busur dengan harap gadis itu tidak kapok untuk kembali mengunjungi desanya.

Rembulan menjawab dengan senyum kebahagiaan, tawaran yang membuat rasanya semakin bergetar. "Pasti... Suatu saat saya akan kembali main kemari.. ke desa yang indah ini... Bertemu dengan warga dan anak-anak yang lucu di sana. Syukron atas tawarannya," ucap Rembulan.

                             "Hati-hati di jalan ukhti... Saya harus kembali sebelum ombak mulai tidak tenang. Assalamualaikum," pamit Busur.

                                  "Walalaikum salam, jangan lupa dibuka kotaknya ya.." pesan Rembulan dibalas dengan senyum perpisahan oleh Busur.


***

Busur sudah membuka kotaknya. Luar biasa, tidak pernah ia rasakan perasaannya seindah saat ini. Ia merasa, kesederhanaan gadis itu dengan kameranya membuat hatinya terkutuk pada cinta yang jauh. Ia berharap kisahnya belum sampai di sini. Ia menginginkan Allah mempertemukannya lagi di lain waktu.

Busur tertegun melihat isi kotaknya. Tidak mahal, namun sangat menganggumkan. Membuatnya bertanya, apa gadis itu punya rasa yang sama? Sebuah foto seketsa yang terbingkai rapih dalam ukiran klasik. Foto itu, foto dirinya saat awan berwarna jingga. Saat ia sedang mengemudikan kapal kecilnya, untuk menghantarkan seorang gadis kota ke desa tempatnya. Di foto itu ia tampak tersenyum bahagia. Ada sebuah puisi di baliknya. Puisi yang indah.

"Allah memiliki cara untuk mempertemukan hamba-Nya.
Dari cara yang biasa atau luar biasa. 
Namun, apapun cara Allah. 
Senja di kala itu mengatakan, senyum seorang yang tulus akan terlihat saat di kegelapan. 
Sama seperti teman hidup, kita akan tau ketulusannya pada kita di saat yang gelap."

Busur memutuskan untuk bertemu dengan Adiba di tempat ia berlatih memanah. Ia ingin membagikan rasa gembira itu pada sahabatnya. Seperti biasa, ia menemukan Adiba sedang fokus pada bidikkan-bidikkannya yang semakin jauh. Membutuhkan konsentrasi yang sangat tinggi untuk melesat dengan tepat.

Adiba terlalu fokus pada sasarannya, sampai-sampai ia tidak menyadari kehadiran Busur di balik punggungnya. Saat gadis itu mengambil satu anak panah yang ia gedong di punggungnya, sebuah kertas terjatuh. Busur teringat pada kertas itu. Kertas yang disembunyikan Adiba saat ia mempergokinya merangkai kata-kata dalam kertas itu. Busur iseng, ia meraih kertasnya dan membaca. Seindah apa Adiba dalam merangkai kata? Mungkin itulaj yang dipikirkan Busur. Namun, betapa terkejutnya. Selesai membaca, ia menjadi serba salah. Hatinya canggung hendak memanggil nama Adiba. Sampai akhirnya Adiba menyadari Busur berada di dekatnya bersama kertas yang lalai ia jaga.

                                      "Ja..Jangan.. percaya kertas terkutuk itu. Aku hanya iseng saja menulisnya. Tidak ada maksud apa-apa," Adiba tampak kualahan berkata.

                                   "Tidak ada yang salah dengan rasa. Jika kamu punya rasa padaku, itu wajar saja. Karena kita manusia yang dianugerahkan cinta. Tapi..." Ucapan Busur melemah.

                                  "Tapi Allah telah mengirimkan cinta yang sesungguhnya padamu. Ya, Gadis kota bernama Rembulan. Lembut dan cantik seperti namanya. Wajar saja jika sahabatku ini jatuh cinta pada gadis sepertinya. Tidak, kau mencintai gadis yang benar. Tidak sepertiku. Yang selalu dingin pada orang lain dan lebih memperdulikan anak-anak panah ini," ucap Adiba mencoba mengendalikan dirinya.

                                   "Tidak seperti itu Adiba. Pria mana yang tidak ingin memilikimu? Allah akan memberikan cinta yang tepat untuk gadis sepintarmu." Sahut Busur.

Adiba tersenyum kepedihan, nyatanya sekuat apapun niqab yang ia kenakan tidak mampu menutupi gurat kesedihannya.

                                       "Jika kau sungguh mencintainya. Maka jadilah pemanah. Fokus dan Lesatkan dengan bidikkan yang tepat. Kejarlah dia..." Ucap Adiba mencoba semangat dan ikhlas.

Busur menggelengkan kepalanya dengan lemah, "Rembulan telah kembali dan aku belum sempat mengatakan rasa padanya. Mungkin ini terlalu cepat. Tapi, semoga Allah mempertemukan ku dengannya," sahut Busur dan di balas dengan anggukan lemah dari Adiba.

*Jika Allah berkehendak pada hamba-Nya, waktu pun bukan menjadi alasan untuk menundanya. Sama seperti cinta, jika Allah telah memberikan satu panah cinta pada hamba-Nya, maka waktu bukan menjadi alasan.*

#CeritaGadisKecil
Reading Time:

@itsvennyy