Wisata Mangrove Percut Sei Tuan |
Wisata Hutan Mangrove - Malam itu, Gacil sedang asik membalas pesan dari seorang yang menawarkan job menulis artikel motivasi dan bisnis. Di sela balas membalas berujung bernegosiasi. Masuk sebuah pesan baru yang membuat dahi berkerut. Pasalnya, ini pesan dari seseorang yang sudah lama tak berkabar sejak kejadian lalu. Inti pesannya, beliau mengajak Gacil untuk membuat liputan singkat di Hutan Mangrove Percut Sei Tuan.
Menuju Hutan Mangrove |
Membaca pesannya, Gacil terhenyak sejenak. Lalu, mengirimkan beberapa kalimat setuju. Gacil suka sesuatu yang baru, dan Hutan Mangrove sepertinya sudah mengijinkan Gacil menelusuri keberadaanya. Kami sepakat untuk meliput di hari Rabu. Beliau menjemputku, tadinya sang istri yang akan membonceng, tapi karena ada urusan, beliau lah yang menjemput.
Oh iya, yang mengajakku ini adalah seseorang yang umurnya hampir sebaya dengan ayahku. Beliau, telah aku anggap sebagai Abang, dulu juga pernah mengajariku tentang berpuisi. Ya, sekitar dua tahunlah aku mengenalnya. Kami sempat tidak berkomunikasi, karena faktor yang tak dapat kuceritakan. Agak terkejut juga saat mendapat pesan darinya. Gacil tau beliau dan guru SMK Gacil dulu, sedang membangun Hutan Mangrove di Percut Sei Tuan sebagai tempat wisata. Dan liputan ini, akan dibawa ke Jakarta katanya.
Singkat cerita, di hari Rabu Gacil berangkat dari rumah bersama beliau. Sekitar setengah jam sampai lah di dusun sebelas, Palu Getah, desa Tanjung Rejo, kecamatan Percut Sei Tuan, kabupaten Deli Serdang. Ini pertama kalinya Gacil menginjak daerah ini, cukup pelosok dan lumayan terpencil. Di sepanjang jalan disuguhi hamparan sawah yang megah. Luar biasa, mata langsung seger lihat yang hijau-hijau.
Hutan Mangrove Percut Sei Tuan ini, rencananya akan dikelola menjadi wisata Bumi Mangrove yang di dalamnya, ada wisata mangrove, pemancingan alam, burung migran dan agro wisata. Pengelolanya pun masyarakat sekitar, terbentuk dalam Kelompok Hutan Tani Bakhti Nyata. Beranggotakan bapak-bapak kreatif yang ikut merawat hutan Mangrove ini.
Liputan Dimulai
Luas hutannya pun bukan main, kurang lebih 120 Hektar. Bayangkan, gimana mengelilingi dan menelusuri hutan ini. Sekitar jam 10 pagi, Gacil memulai liputan. Kalau biasanya Gacil yang jadi reporter, kali ini istri beliau yang menjadi reporternya. Baiklah, Gacil sebagai videografer ecek-ecek ini akan memulai liputan. Pertama memasuki hutan, anak rumahan kek Gacil gini agak takut ya. Takut ada binatang buas dan lain sebagainya, haha. Tapi, Gacil pura-pura cuek aja biar gak diketawain.
Sensasi jembatan hutan mangrove |
Subhanallah ciptaan Allah, luar biasa! Berbagai jenis tanaman hidup di hutan ini, yang Gacil tau ada tanaman Berembang, Siapi-api, Tembakau dan banyak lagi jenisnya. Jalan yang dilalui pun masih asik. Namun, ketika sampai di penyebrangan ke daerah hutan lainnya. Gacil dihadapkan dengan titi sederhana, terdiri dari tiga susunan bambu yang diikat. Mau tidak mau, merekam dan berjalan di atas bambu itu. Kalau teman Gacil ada di momen itu, pasti akan terkekeh karena hampir saja tubuh kecil ini meleng dari titi.
Proses pengambilan gambar berjalan cukup baik. Mengasikkan, jadi tau apa itu mangrove. Tak hanya meneluhsuri hutannya, dalam liputan ini, juga mengambil gambar tentang proses pembuatan makan-makan khas yang diolah oleh masyarakat dari hutan Mangrove. Gila, ini kreatif banget sih.
Proses pembelahan buah Nipah |
Gacil baru tau kalau ada yang namanya buah Nipah. Sebangsa kolang kaling, tapi rasanya seperti kelapa, eh gak juga sih. Tau ah, pokonya baru ini Gacil rasa. Buah Nipah ini, bagus untuk perempuan dan mencegah kanker katanya. Nah, buahnya mau dibuat menjadi sirup Nipah.
Sirup Berembang
Tidak hanya buah Nipah, ada juga buah Berembang. Nantinya, buah ini akan dijadikan selai dan dodol. Buah Berembang sendiri, rasanya asem-asem gitu. Seperti dondong atau mangga muda lah. Pengolahannya pun sederhana, mulai dari pengupasan buah, dirajang, lalu diblender kemudian disaring. Air patinya untuk sirup dan ampasnya untuk selesai atau dodol. Buah ini multifungsi gak ada yang dibuang kecuali kulitnya.
Peyek Jeruju |
Kemudian ada daun renyah yang dapat dibuat menjadi olahan peyek. Daun apa itu? Gacil pun baru tau daun ini. Ya, ini hasil dari hutan Mangrove. Namanya daun Jeruju, daun yang bisa dibuat menjadi peyek jeruju. Prosesnya pun sederhana, hanya memakan waktu yang lumayan lama. Daun jerujui dibuang dari durinya, lalu direbus dengan abu sekam untuk membuang kadar asin, kemudian dicuci, dirembus lagi sampai tiga kali. Terakhir tinggal digoreng deh. Rasanya renyah dan gurih, lebih enak dari peyek bayam.
Menikmati Si Puting Beliung
Pusing atau si Pitung Beliung |
Sembari nyantai menikmati angin semilir. Udara panas tapi tak terasa panas, pasalnya di ujung hutan ini, terdapat selat malaka. Di sela menunggu prose pembuatan makanan khas Hutan Mangrove ini, Gacil dan bapak-bapak serta ibu-ibu yang ngumpul, mencicipi Pasung atau siput laut. Ada pula yang menyebutkan binatang laut ini, sebagai Puting Beliung. Ahaha, lucu ya namanya.
Si Pasung tadi, digoreng gitu saja sama si ibunya. Terus Gacil cicipi sedikit. Luar biasa, enak banget coy. Rasanya itu, kayak kerang tapi lebih kenyal, manis dan gurih-gurih enyoi. Katanya, satu kilo aja, 12 ribu gitu. Kalau teman Gacil mau, bisa cobain dan jangan lupa ajak Gacil.
Satu persatu gambar yang harus diambil pun selesai direkam. Kemudian, Gacil dan bapak-bapak serta ibu-ibunya lanjut perjalanan ke tempat Membatik Batik Mangrove. Menilik sejenak, proses membatiknya.
Baca juga : Taman Wisata Danau Siombak
Siapa yang pengen menelusuri hutan Mangrove ini? Biar bareng-bareng kita! Sekianlah cerita anak rumahan yang menelusuri hutan mangrove. Seru, tapi setelahnya badan pegal-pegal juga. Kelihatan kali jarang melalak ke alam. Yoklah kita melalak, haha.