ceritagadiskecil.com : Lifestyle Travel Blogger Medan: Opini
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Minggu, 03 Januari 2021

Lifestyle Blogger Medan - Opini Konten Viral Membuat Orang Jadi 'Gila'
07.510 Comments

 

Cara Sukses Membuat Konten Viral
Cerita Gadis Kecil - Opini Konten Viral Membuat Orang Jadi 'Gila'

Lifestyle Blogger Medan - Setiap harinya jagat media sosial, tidak lepas dari konten-konten viral. Unggahan berupa video maupun foto dikonsumsi sebagian besar pengguna karena dianggap menarik, unik, aneh ataupun ekstream. Apalagi di masa pandemi Covid-19, masyarakat lebih intens menggunakan media sosial daripada masa sebelumnya. Sayangnya, konten viral yang sering beredar tersebut berisikan hal-hal negatif, bahkan terkesan disengaja agar bisa viral.

Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat sepanjang tahun 2019 terdapat 430.000 aduan konten negatif sedangkan pada Juni 2020 terdapat 6.349 aduan. Angka ini terus bergerak secara masif selama masyarakat terus menggunakan media sosial tanpa memiliki pengetahuan literasi digital, etika bermedia sosial hingga aturan-aturan hukum mengenai digital yang berlaku.

Tidak jarang, sebagian besar konten viral di media sosial harus berujung dan berurusan dengan hukum. Melihat kondisi ini, ada banyak hal persoalan yang muncul dan perlu ditangani dengan serius, mulai dari minimnya etika bermedia sosial hingga aturan hukum siber yang dianggap masih lemah. Tidak sedikit pelaku pembuat atau penyebar konten viral negatif dengan mudah lepas dari jerat hukum kemudian hanya mengunggah video permintaan maaf kepada publik setelah apa yang diperbuat. Kondisi seperti itu sering terjadi sehingga membentuk mindset warganet dan beranggapan tindakan negatif di dunia maya adalah hal wajar. Minimnya pengetahuan literasi, etika bermedia sosial dan lemahnya penegakkan hukum siber melahirkan konten-konten viral negatif.


Konten Nagatif Lebih Mudah Viral

Lantas mengapa konten negatif lebih mudah viral? Jika kita mempelajari dari berbagai kasus konten viral negatif yang telah terjadi, terdapat respon yang berlebihan dari pengguna lainnya sehingga menjadikan sebuah konten negatif tersebut mudah viral dan bereliweran di jagat media sosial. Menurut psikologi, pada dasarnya otak manusia lebih mudah menangkap dan mengingat hal negatif daripada positif. Sama halnya dengan sebuah pepatah bahwa kebaikan seribu kali akan dilupakan dengan satu kali kesalahan. Indikasi tersebutlah yang dimanfaatkan pelaku konten negatif untuk mencapai berbagai tujuan mulai dari ingin populer, panjat sosial, mencari sensasi hingga menambah followers.

Respon berlebihan dari warganet menjadi salah satu faktor yang mengundang orang-orang berpikir instan untuk mencapai popularitas. Hal ini diamati dari berbagai kasus konten negatif viral, warganet berbondong-bondong mengikuti akun media sosial pelaku dan berkomentar negatif hingga akun pelaku menjadi populer dengan ribuan bahkan jutaan followers. Setelah banyak followers, ada berbagai keuntungan yang bisa didapatkan pelaku, mulai dari penghasilan melalui endorse hingga diundang stasiun televisi.

Keuntungan tersesbutlah yang dimanfaatkan pelaku sehingga berpikir jangka pendek serta merasa akan mudah lepas dari jerat hukum. Tanpa sadar, respon berlebihan dari pengguna telah mendorong munculnya konten negatif lainnya untuk viral. Sebagai pengguna media sosial, alangkah baiknya menanggapi konten-konten viral dengan sewajarnya sehingga tidak akan ada keuntungan yang didapat si pelaku. Berkomentarlah sewajarnya, jangan sampai berkomentar dengan nada kebencian apalagi menghilang keluarga dan sanak saudara pelaku konten negatif tersebut.


Kasus Konten Negatif yang Viral

Menilik kembali beberapa kasus konten viral negatif yang membuat heboh jagat maya. Dimulai dari kasus Youtubers sampah, tindakan yang dilakukan konten kreator negatif ini mengundang amarah dan keresahan warganet di bulan Ramadhan lalu. Konten berbagi sembako yang berisikan sampah mengharuskannya berhadapan dengan hukum. Namun, pada akhir kasusnya sang kreator dinyatakan bebas dan mengunggah video permintaan maaf. Lepas dari kasus yang dihadapi, nama Youtuber ini sudah terlanjur melekat di pikiran masyarakat. Popularitasnya semakin naik dan followersnya bertambah, tidak sedikit pula brand-brand ternama memanfaatkannya untuk media promosi.

Tidak berhenti pada konten negatif sembako sampah, konten viral negatif lainnya pun silih berganti mengisi media massa. Akhir-akhir ini, konten viral berdurasi singkat dua puluh sembilan detik merekam ibu-ibu menggunting bendera merah putih, motif pelaku adalah ingin membuat anaknya yang disabilitas jerah karena selalu membawa bendera kemana-mana. Motif yang terdengar kurang masuk akal, walaupun resmi terancam hukuman penjara lima tahun dan atau denda lima ratus juta, kasus seperti ini menggambarkan bahwa Indonesia darurat moral dan norma. Demi bisa viral di media sosial, bendera sebagai simbol negara pun tega dijadikan bahan lelucon.

Berbicara tentang bendera merah putih, kasus konten viral negatif yang lebih keji terjadi kembali. Masih dalam durasi singkat, konten tersebut sangat menghina sang pusaka. Bendera merah putih dibakar, dicuci dengan air kaskus hingga gambar presiden dan wakil presiden dicoret dan diinjak-injak. Jika kasus-kasus serupa terus terjadi dan lolos dari jerat hukum, maka ke depannya orang-orang akan melakukan banyak hal yang lebih gila demi popularitas di jagat maya.


Mari Berpikir Waras

Kini, siapa saja, tidak memandang umur dan jabatan bisa mengakses media sosial. Dilansir dari Katadata, Indonesia dinobatkan sebagai negara keempat pengguna media sosial terbanyak di dunia pada tahun 2019. Belajar dari berbagai fenomena konten negatif viral, sudah saatnya pemerintah dan masyarakat lebih serius menanggapi kasus-kasus ini agar konten ‘sampah’ tidak mudah viral dan berlalu lalang di dunia maya. Jika media sosial terus dibanjiri secara masif konten tidak mendidik, bisa memberikan contoh yang tidak baik kepada generasi muda. Kalau generasinya sudah terlalu banyak melihat hal negatif, akan sulit negara ini bisa menjadi negara maju.

Tidak hanya pemerintah, masyarakat khususnya orangtua perlu memberikan edukasi dan mendampingi anak secara ketat dalam bersosial media. Hal tersebut bisa menjadi langkah sederhana namun tetap efektif dalam mengawal perilaku digital anak. Peran religius pun harus perkuat agar anak-anak yang masih labil dalam berpikir tidak melakukan tindakan gegabah di media sosial. Kekompakan pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam hal membanjiri media sosial dengan gerakan konten positif.

Pemerintah juga harus menggali lebih jauh lagi sistem hukum siber agar pelaku konten viral negatif jerah dan menjadi pelajaran bagi masyarakat lainnya untuk bertindak. Konsisten dalam menegakkan aturan yang berlaku pun sangat diperlukan agar masyarakat tidak menganggap sepele hukum. Selain itu, rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai etika bermedia sosial perlu ditingkatkan.

Baca juga: 3 Cara Tetap Produktif Berkarya Meskipun  Kesibukan Melanda!

Gerakan memberi edukasi hukum siber kepada masyarakat perlu dapat dijadikan langkah mencegah konten negatif. Misalnya pelatihan dari organisasi ke organisasi, komunitas ke komunitas hingga rumah ke rumah. Kemudian, diperlukan pembentukan satgas khusus dari kalangan muda untuk memberikan edukasi etika bermedia sosial dan ancaman-ancaman hukum yang bisa menjerat. Setidaknya, dengan langkah tersebut konten viral negatif bisa diminimalisirkan dari jangkauan penduduk Indonesia. 

#Ceritagadiskecil

Reading Time:

Senin, 04 Mei 2020

Lifestyle Blogger Medan - Soekarno: Perempuan Tiang Negara!
19.36 9 Comments
Pengertian Perempuan dan Kata-Kata Perempuan
Cerita Gadis Kecil - Soekarno: Perempuan Tiang Negara

Kata Perempuan - Perempuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memilik arti sebagai orang yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. Pengertian perempuan dalam kamus nasional ini pun diikuti dengan konotasi yang negatif, misalnya seperti jahat, geladak, jalang hingga lacur.

Tidak ada yang salah dari definisinya, namun mengapa definisi perempuan secara nasional terkesan rendahan? Begitu kontras dengan penggalan kalimat dari presiden pertama Republik Indonesia.

Dr. Ir. H. Soekarno yang kita kenal dengan sapaan Bung Karno mengatakan bahwa ‘Perempuan Tiang Negara’. Tiga kata itu dapat kita artikan dari sudut pandang masing-masing, tentunya konotasi kata perempuan lebih baik daripada yang tertera di kamus besar itu.

Jika berbicara perempuan Indonesia maka tidak akan lepas dari satu nama pahlawan. Ya, Ibu Raden Ayu Kartini atau biasa kita kenal Ibu Kartini. Perempuan kelahiran Jawa yang memperjuangkan pendidikan perempuan di Indonesia. Gerakannya dikenal sebagai emansipasi wanita, surat menyuratnya kepada sesama wanita pun dikenal dalam sebuah karya berjudul ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’.

Raden Ayu Kartini bukan satu-satunya perempuan yang menyuarakan pendidikan pada kala itu, namun ialah yang terkenal begitu vokal terhadap gerakannya. Sejak gagasan Ibu Kartini, perempuan di Indonesia mendapatkan peran dan fasilitas yang sama dalam pendidikan.

Walaupun, saat ini masih saja ada orangtua yang membeda-bedakan antara anak perempuan dan laki-laki perihal menuntut ilmu. Katanya, “Perempuan kan ujung-ujungnya di dapur saja, tidak usahlah tinggi-tinggi bersekolah.”.

Sungguh sulit mengubah pola pikir orangtua yang masih berpikiran demikian, sebab budaya patriarki telah menjadi ciri khas di negeri ini. Laki-laki selalu mendominasi dan pemegang kekuasaan utama termasuk dalam bidang pendidikan.

Lantas apakah peran perempuan bagi pendidikan? Apakah kaum yang selalu dianggap lemah dan di pandang sebelah mata itu memiliki peran yang vokal dalam kemajuan pendidikan khususnya di Indonesia?

Menilik kembali pada penggalan kalimat dari Bung Karno. Sekilas membaca kalimatnya, dapat dipahami bahwa begitu besar peran perempuan bagi suatu negara. Salah satu faktor majunya suatu negara yaitu pendidikan.

Jika perempuan sebagai tiang negara, artinya peran perempuan sanagat berpengaruh pada kualitas pendidikan. “Ketika anda mendidik seorang perempuan sama artinya, anda mendidik pelurus generasi bangsa.”

Peran sederhana lainnya, sebagian besar orang bahkan para laki-laki tentu setuju bahwa perempuan kelak menikah dan mengemban tanggungjawab menjadi ibu. Sosok ibu bukanlah tugas yang mudah, ia dituntut untuk mendidik anak-anak dan menuntun suaminya.

Ibu sebagai madrasah pertama harus cerdas dalam membimbing. Di sinilah peran pendidikan akan terlihat, sebelum anak-anak masuk ke sekolah maka tugas ibu mengajarkan hal-hal dasar pandanya.

Ketika seorang anak kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas sekolah, maka ibulah yang sering ditanya untuk membantunya. Apabila seorang suami bingung memutuskan suatu pilihan, istrilah yang iku membantu memberi masukan.

Seorang anak yang cerdas dan pandai tidak lepas dari campur tangan seorang perempuan yang telaten dalam mengajarkan banyak hal. Begitu pula seorang suami yang sukses, tidak lepas dari dukungan sang istri. Tanpa pendidikan mempuni, seorang ibu tidak akan mampu mendidik anaknya menjadi cerdas, seroang istri tidak dapat mendampingi suaminya dengan baik.

Bahkan, di dalam agama islam telah dikatakan, pendidikan begitu penting, tidak memandang perempuan atau laki-laki. Wajar saja, jika dahulu emansipasi wanita terjadi dan memberikan pendidikan yang adil di negeri ini.

Apabila perempuan belum menjadi seorang ibu, maka pendidikan akan membantunya melaksanakan tugas seorang kakak. Di dalam keluarga, peran perempuan dituntut serba bisa mulai dari memasak, membereskan pekerjaan rumah, membantu adiknya hingga tidak jarang menjadi punggung keluarga.

Seorang anak perempuan yang mendapatkan pendidikan layak, maka mudah mengenyam tugasnya sebagai seorang anak dan kakak. Bayangkan, jika pendidikan hanya teruntuk laki-laki bagaimana perempuan dapat mengenyam tugas-tugasnya?

Peran perempuan juga dapat dilihat dari fenomena pandemi akhir-akhir ini. Lihatlah, berapa banyak perempuan yang berjuang di garda terakhir Covid-19? Tidak sedikit yang meninggalkan keluarga, mempertaruhkan nyawa dan merelakan berpisah dari anaknya demi bangsa dan negara.


Bayangkan saja, apa jadinya jika tidak ada peran perempuan di sana? Telaten merawat pasien-pasien yang sedang terbaring lemah? Indonesia masih bisa optimis dengan adanya perempuan berpendidikan yang merelakan jiwa raga demi kembalinya kondisi negara.

Bung Karno melalui kata-katanya telah memperjalas, hubungan antara perempuan dan pendidikan. Banyak hal lagi dapat dijadikan contoh peran-peran perempuan dalam bidang keilmuan. Tidak dapat dijelaskan satu persatu, namun realitasnya dapat dilihat dan dirasakan oleh seluruh penjuru negeri.

Mulai dari Soekarno hingga Raden Ayu Kartini telah memberikan pesan tersirat betapa besar tanggungjawab perempuan di bidang pendidikan. Oleh karena itu, kita sebagai perempuan harus benar-benar mengemban amanah yang telah dibebankan baik dari lingkungan sekitar hingga sang Maha Pencipta.

Jika Kamus Besar Bahasa Indonesia masih memandang perempuan dengan konotasi rendah, mari buktikan bahwa kaum yang disebut-sebut feminisme bisa bergerak membangun pendidikan di negeri merah putih lebih maju lagi.

#ceritagadiskecil
Reading Time:

Kamis, 19 Maret 2020

Lifestyle Blogger Medan: Menjelang Pilkada Serentak 2020 Peran Bawaslu Jangan Sampai Ambyar
05.37 9 Comments
Peran Bawaslu dalam Pilkada Serentak 2020

Lifestyle Blogger Medan - Peran Penyelenggara Pemiliu Bawaslu dalam Pilkada Serentak - Usai melaksanakan Pemilihan Umum pada 21 Mei 2019, tidak terasa seluruh masyarakat Indonesia akan kembali menghadapi pesta demokrasi di tahun 2020. Keriuhan yang masih segar di ingatan, tidak boleh segera dienyahkan demi menyongsong pesta politik yang sama pentingnya dalam Pemilihan Kepada Daerah secara serentak, penyelenggaraanya akan dilangsungkan beberapa bulan lagi. Persiapan demi persiapan perlu disiapkan betul, evaluasi yang dilakukan besar-besaran saat pemilihan tahun lalu seharusnya menjadi modal berharga bagi seluruh stakeholder bisa menyelenggarkan pemilihan dengan lebih baik lagi.

Pilkada serentak dilakukan pertama kali pada tahun 2015 merupakan bagian dari sistem pemilu lima kotak yaitu kotak untuk Presiden/wakil Presiden, anggota DPD, anggota DPR, anggota DPRD Provinsi hingga anggota DPRD Kabupaten maupun Kota1.

Berdasarkan penjelasan ketua KPU Arief Budiman melalui detiknews2, Pilkada serentak akan diselenggarakan pada tanggal 23 September 2020 karena sesuai dengan isi Undang-Undang 10 Tahun 2016 Pasal 201 ayat 6, menyatakan Pilkda dilakukan pada bulan September, sedangkan tanggal 23 dipilih untuk menghindari kesamaan angka pada nomor urut calon. Pertanyaannya, mengapa Pilkada dilakukan secara serentak?

Jadwal Pilkada Serentak 2020
Tujuan dilakukannya Pilkada secara serentak menurut ketua KPU Arief Budiman dilansir dari covesia news3 yaitu meningkatkan efisiensi dan efektivitas anggaran dalam penyelenggaraannya, petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS) akan mengerjakan pemungutan suara Wali Kota dan Bupati sekaligus dalam pelaksanaannya hingga menciptakan iklim demokrasi di tengah masyarakat. Namun, berdasarkan data dari berbagai sumber, anggaran Pilkada Serentak ini malah mengalami pembengkakan di setiap tahunnya, seperti yang tertera pada grafis berikut!

Peningkatan Anggaran Pilkada Serentak 2020
Demi tercapainya pemilihan yang demokratis dan jurdil pada Pilkada serentak 2020, banyak hal yang harus disoroti masyarakat 270 dearah di Indonesia. Salah satunya kita sebagai generasi Millennials yang punya banyak kepentingan di masa depan, memastikan kualitas kepala daerah dalam beberapa tahun ke depan berada di tangan yang tepat. Itu sebabnya, ikut andil mengawasi dan mendukung secara kritis dan konstruktif, rajin menyumbang gagasan maupun ide kepada seluruh elemen penyelenggaraan menjadi keniscayaan. Lewat tulisan ini, penulis bermaksud untuk mengkolaborasi peran-peran yang bisa dimainkan oleh salah satu lembaga pengawas pemilu, BAWASLU dengan terlebih dahulu mengevaluasi beberapa kinerja terdahulu dari satu instrumen politik yang tidak kalah penting ini.

Sebelum mengkolaborasinya lembaga pengawasan ini lebih jauh, ada baiknya, kita terlebih dahulu memahami seperti apa peran-peran lembaga yang ikut andil dalam proses pemilihan ini. Terdapat tiga lembaga yang tak asing di telinga dan saling terkait dalam proses pemilihan yaitu KPU, Bawaslu dan DKPP. Ketiganya bagaikan Ibu, Ayah dan Anak yang memiliki peran dan fungsi berkaitan untuk mensukseskan berjalannya Pilkada Serentak di Indonesia.

3 Lembaga Penting dalam Pilkada Serentak 2020
Ketiga lembaga tersebut amatlah penting, namun yang perlu kita soroti lebih ketat dalam kesempatan kali ini adalah Bawaslu. Mengapa harus Bawaslu? Sebab pengawasan terhadap terselenggaranya Pilkada Serentak berada di tangan kuasa Bawaslu. Bayangkan, apabila Bawaslu gagal dalam menjalankan perannya, maka asas-asas keadilan Pilkada Serentak dengan sendirinya ikut tercederai. Pilkada serentak akan menjadi momen yang krusial. Bawaslu hanyalah sekelompok orang yang terbentuk dalam suatu lembaga, mengemban tugas dan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017. Mereka tetaplah manusia yang bisa saja lalai.

Beberapa kelalaian Bawaslu dapat kita rasakan, mulai dari penjelasan Nasrullah selaku Pimpinan Bawaslu RI pada tahun 2013, menyebutkan terdapat kekacauan DPT atau Daftar Pemilih Tetap yang disebabkan buruknya pendataan kependudukan4. Selanjutnya, di tahun 2018 menurut penuturan Abhan selaku ketua Bawaslu melalui Alinea.id, terdapat peningkatan jumlah pelanggaran pada Pilkada serentak dari tahun-tahun sebelumnya dan pemilih di masing-masing daerah yang menyelenggarakan Pilkada terhitung rendah5.

Kemudian, masih di tahun 2018 pada Pilkada Serentak di kabupaten Bogor. Panwaslu mendapatkan sanksi teguran keras dari Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) terkait pelanggaran kode etik. Panwaslu dianggap tidak serius dalam menindak lanjuti hasil persidangan DKPP RI yaitu persoalan jumlah DPT Kabupaten Bogor yang dianggap merugikan paslon ‘JADI’6. Selain itu, Bawaslu di tahun 2018 telah meloloskan mantan napi korupsi untuk mencalonkan diri sebagai calon legislatif. Kekecewaan atas keputusan Bawaslu itu, diungkap oleh pengamat politik Ray dari Lingkar Madani. Menurutnya, keputusan Bawaslu meloloskan mantan napi korupsi ini telah mengabaikan PKPU Nomor 20 tahun 2018 Pasal 4 ayat 3 yang menyatakan bakal calon legislatif bukanlah mantan terpidana korupsi. Menelaah setiap jejak Bawaslu yang kurang baik, maka tugas kitalah mengawalnya7.

Menilik kembali awal pembentukan Bawaslu untuk menolak lupa bahwa lembaga ini dibentuk melalui perdebatan Dikisahkan bahwa saat pasca kejatuhan rezim baru, keberadaan lembaga pengawas pemilu kerap diperdebatkan. Terdapat pihak-pihak yang mendukung bahwa lembaga pengawas pemilu sangat diperlukan (Suswantoro, 2016: 3). Ada pula pihak yang menganggap lembaga pengawas pemilu tidak perlu karena setiap kali pemilu tidak memberikan hasil apa-apa. Sehingga Pemilu pada tahun 1999 dan 2004, lembaga ini masih disebut Panwaslu yang bersifat sementara lalu berjalannya waktu lembaga ini disahkan secara permanen dan dinamai Bawaslu8.

Apakah lembaga yang dulunya hanya ditetapkan sementara ini berfungsi dan berjalan dengan baik di masa ini? Mari kita lihat bagaimana peran dan wewenang yang dibebankan kepada Bawaslu. 9Dilansir dari situs Bawaslu terdapat beberapa tugas yang harus dijalankan lembaga ini.

Pertama, menyusun standar tata laksana pengawasan penyelenggara pemilu di setiap angkatan. Ini artinya Bawaslu bertanggungjawab terhadap penyusunan standar pemilu yang akan dirancang oleh KPU sebagai penyelenggara pemilu di setiap tingkat. Kedua, melakukan pencegahan dan bertindak terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu. Contoh sengketa pemilu ini terjadi pada Caleg partai Bulan Bintang di tahun 2018, yaitu gugatan sengketa pendaftaran calon legislatif dari Partai Bulan Bintang, namun sengketa ini berhasil dituntaskan dengan melakukan mediasi dan faktanya sengketa pencoretan terjadi karena Caleg Partai Bulan Bintang tidak memenuhi syarat administrasi dan terlambat melakukan pengajuan.

Ketiga, Bawaslu bereperan mengawasi persiapan penyelenggaran pemilu mulai dari perencanaan jadwal tahapan pemilu hingga menetapkan hasil pemilu. Keempat, mengawasi netralisasi aparatur negara seperti sipil, TNI, dan Kepolisian. Kelima, mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan baik dari DKPP hingga pejabat yang berwenang. Keenam, menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik kepada DKPP. Ketujuh, menyampaikan dugaan tindakan pidana Pemilu kepada Gakkumdu. Kedelapan, mengelola, memelihara dan merawat arsip. Kesembilan, mengevaluasi pengawasan pemilu. Kesepuluh, mengawasi pelaksanaan peraturan KPU hingga terakhir yang kesebelas adalah melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan Undang-Undang.

Menelaah peran Bawaslu di atas, coba amati secara kritis. Bagaimana menurut pandangan dan pengetahuan kamu sebagai generasi Millennials? Apakah Bawaslu sebagai Komisi Pengawasan Pemilu sudah benar-benar mengawal setiap pemilihan di negeri ini dengan maksimal?

Berdasarkan situs Bawaslu terdapat informasi terkait kinerja lembaga ini yang dinyatakan mulai membaik. Berdasarkan apa indikasinya? Ya, Ketua Bawaslu Abhan menilai peran Bawaslu semakin membaik, dilihat dari turunya jumlah Pemohon Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) tahun 2019 ke Mahkama Konstitusi (MK) dibandingkan tahun 2014. Lantas, hanya berbekal indikasi tersebut, peran yang dijalankan oleh Bawslu dinyatakan semakin membaik? Bagaimana dengan kasus-kasus terjadinya kematian pada ratusan petugas KPU? Kerusuhan yang terjadi pada peristiwa 21-22 Mei 2019 yang menewaskan dan jatuhnya korban? Kemudian, kasus hilangnya ribuan surat suara di Cirebon pada Pilkada Serentak tahun 2018? Bukankah Bawaslu juga memiliki peran untuk mewujudkan pemilihan yang aman, damai dan tentram?

Kasus meninggalnya ratusan petugas KPU, menjadi pembelajaran bagi kita agar lebih ketat mengawasi setiap kebijakan Bawaslu dalam mengawasi KPU. Pasalnya, petugas KPU yang meninggal dunia diduga karena kelelahan dan juga faktor usia. Hal ini tentunya menjadi catatan buruk bagi Bawaslu yang kurang tanggap dalam memantau KPU. Sehingga terjadinya persiapan SDM yang tidak matang di dalam proses pemilu 2019. Lantas, pengawasan seperti apa yang dilakukan Bawaslu? Mengapa Bawaslu tidak lebih teliti dalam hal ini? Jika sudah berjatuhan korban jiwa sedemikian rupa, siapakah yang patut ditunjuk sebagai penanggung jawab?

Mengamati peristiwa kerusuhan yang terjadi pada 21-22 Mei 2019 yang menelan korban jiwa dan korban luka-luka. Apakah Bawaslu telah melaksanakan tugasnya untuk memastikan Pemilu berjalan dengan aman, damai dan tentram? Tentu perlu kita tinjau ulang jika kinerja Bawaslu saat ini sudah semakin baik. Sebab, terdapat beberapa aspek yang masih perlu dibenahi bersama.

Dimanakah Peran Bawaslu?
Pemilihan Umum memang telah berlalu namun suasana dan kasus-kasus yang terjadi pada saat itu masih melekat di dalam ingatan kita. Wajar saja, jika kita sebagai warga negara merasakan cemas akan Pilkada Serentak 2020 yang diselenggarakan beberapa bulan lagi. Tidak ada yang menginginkan kasus-kasus pada Pemilu 2019 terjadi kembali pada Pilkada serentak 2020. Terlebih Pilkada serentak tahun ini membutuhkan banyak sumber daya manusia, waktu, tenaga, pikiran dan hal lainnya yang dapat menimbulkan risiko-risiko. Oleh karena itu, Bawaslu tidak boleh ambyar dalam melaksanakan peran-perannya perlu fokus yang ekstra agar mencapai hasil yang maksimal di Pilkada serentak kali ini.

Kembali berkaca pada Pilkada tahun 2018, terdapat sejumlah masalah yang masih terjadi. Berdasarkan data dari ICW Peneliti Divisi Hukum Politik yaitu adanya Candidacy Bullying atau jual beli pencalonan antara kandidat dan partai politik11. Tidak hanya itu, muncul pula nama-nama calon bermasalah seperti mantan narapidana dan kasus korupsi. Selanjutnya, terdapat calon tunggal di sejumlah daerah. Politik uang pun masih terus terjadi hingga suap kepada penyelenggara pemilu masih menjadi masalah. Beberapa polemik yang terjadi pada Pilkada tahun 2018 seharunya sangat diharapkan tidak lagi terjadi di Pilkada serentak tahun 2020.

Diharapkan peran Bawaslu tidak sebatas mengawasi berjalananya Pilkada serentak 2020 secara offline saja, namun masyarakat Indonesia terlebih generasi Millennials mengharapkan adanya peran yang responsif dari Bawaslu terhadap pemberitaan-pemberitaan yang beredar di media sosial maupun online. Sebab, informasi yang beredar di media sosial dan online sangat mempengaruhi mindset masyarakat Indonesia dalam menentukan pilihannya. Bawaslu sebagai komisi pengawas pemilu, diharapkan dapat menunjukan kredibelitasnya melalui sikap fast raspon terhadap fenomena yang terjadi di media online secara cepat. Sehingga, masyarakat dapat jernih dalam memilih dan mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya mengenai setiap calon yang akan dipilih. Selain itu, Bawaslu harus lebih fokus dalam memperbaiki kesalahan-kesalahan di masa lalu, tidak ada lagi calon legislatif yang berasal dari mantan napi koruptor hingga kasus pelanggaran kode etik.

Seperti yang diungkapkan salah satu pengamat politik di Komunitas Mikir (Komik) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, “Peran Bawaslu dalam Pilkada serentak ini harus diperkuat. Bawaslu menjadi peran penting dalam menjaga integritasnya penyelengaraan pemilu karena kalau hanya berharap kepada KPU, ya gak bisa karena yang kita ketahui KPU lagi bermasalah dalam hal kode etiknya. Nah, jadi siapa lagi yang bisa menguatkan integritas penyelenggaraan pemilu itu kalau bukan Bawaslu? Makannya menurut saya, strategi penerapan Bawaslu di tingkat kecamatan itu sudah pas. Namun, ada hal-hal yang harus diperhatikan, jangan sampai jadi bahan proyek-an dalam artian hanya sebatas membuang anggaran saja, maka perlu diperkuat agar fungsinya terarah dan tidak ambyar,” ungkap M Zubier Sipahutar.

Sudah saatnya generasi Millennials menyadari betapa pentingnya memiliki pengetahuan peran Bawaslu dalam pemilihan umum. Sebab, populasi generasi Millennials di Indonesia menduduki angka terbanyak, kitalah ujung tombak suatu negara, kualitas negara juga berada di tangan kita. Jika lembaga-lembaga terkait melakukan kelalaian, saatnyalah Millennials yang menyadarkan akan kelalaian itu. Generasi Millennials dapat memanfaatkan teknologi digital, media sosial maupun media online sebagai alat menyampaikan aspirasi tentunya dengan etika dan kesopanan yang berlaku. Misalnya, menyumbangkan ide ataupun aspirasi melalui media sosial, mengajak masyarakat umum untuk lebih kritis dan hindari penyebaran hoax serta lebih kritis dalam mencerna informasi yang beredar di jagat maya. Sebab, demonstrasi bukan menjadi satu-satunya jalan untuk mengarahkan kembali lembaga ini kepada fungsi dan perannya.

Saatnya Millennials Mengawal Bawaslu di Pilkada Serentak 2020
Bawaslu memang berhasil menurunkan jumlah PHPU menjadi lebih sedikit di tahun 2019, namun lembaga ini tidak boleh berpuas sebab peran dari aspek lainnya belum terjalan dengan maksimal. Katanya sistus DPR pada Pilkada serentak tahun 2020, peran Bawaslu akan diperkuat. Sedangkan di Kota Medan, sejumlah media masa telah menerbitkan berbagai berita seputar Bawaslu RI telah menyoroti Kota Medan menjelang Pilkada serentak. Kemudian dalam memperkuat pengawasan Pilkada 2020, Bawaslu kota Medan telah melakukan teken MoU dengan sejumlah universitas salah satunya dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). Keterlibatan dalam MoU ini, Bawaslu menggadang-gadangkan akan ada keterlibatan mahasiswa dalam beberapa tahap Pilkada serentak 2020 khususnya saat pencoblosan di TPS11.

Jika peran Bawaslu adalah mengawasi jalannya penyelenggaraan pemilihan umum khususnya Pilkada serentak di tahun ini, maka peran kita sebagai generasi Millennials adalah mengawal Bawaslu melaksanakan peran dan wewenangnya. Jangan biarkan Bawaslu Ambyar dalam menjalankan peran, cukup segelintir oknum saja yang ambyar dalam memaknai demokrasi. Walaupun mimpi mencapai Pilkada Serentak sebagai Perwujudan Demokrasi dan Anti Korupsi terkesan menghayal dan impossible, tidak ada salahnya kita peduli terhadap perkembangan daerah dan negeri kita ini melalui Pilkada serentak tahun ini. Bawaslu mengawasi KPU, generasi Millennials mengawal Bawaslu.


Tulisan ini diikut sertakan dalam 'Lomba Penulisan Blog Piala Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Tahun 2020'. Dari Komunitas Penulis Hukum UMSU
#Ceritagadiskecil



Daftar Pustaka

1Nasdem, Partai. (2016). Menelaah Pilkada Serentak: Antara Substansi, Tujuan dan Pencapaian, URL: https://www.partainasdem.id/opini/88/2017/05/16/menelaah-pilkada-serentak-antara-substansi-tujuan-dan-pencapaian dilihat 15 Maret 2020.
2Andayani, Dwi. (2019). Ini Alasan Pilkada Serentak 270 Daerah Akan Digelar 23 September 2020, URL: https://www.partainasdem.id/opini/88/2017/05/16/menelaah-pilkada-serentak-antara-substansi-tujuan-dan-pencapaian dilihat 16 Maret 2020.
3News, Covesia. (2015). Tujuan Pilkada Serentak, Terciptanya Efektivitas dan Efesiensi Anggaran, URL: https://www.covesia.com/news/baca/13290/tujuan-pilkada-serentak-terciptanya-efektivitas-dan-efisiensi-anggaran, dilihat 16 Maret 2020.
4Firmansyah. (2013). Bawaslu RI Tunjukkan Kebobrokan Pendataan Penduduk, URL: https://amp.kompas.com/internasional/read/2013/11/23/2325214/Bawaslu.RI.Tunjukkan.Kebobrokan.Pendataan.Penduduk , dilihat 17 Maret 2020.
5Saumi, Anisa. (2018). Hasil evaluasi Bawaslu di Pilkada Serentak 2018, URL: https://www.alinea.id/politik/hasil-evaluasi-bawaslu-di-pilkada-serentak-2018-b1U2v9c2p  , dilihat 18 Maret 2020.
6Liputan6. (2018). Bawaslu Kabupaten Bogor Disebut Tak Serius Tanggapi Persidangan DKPPURL: https://m.liputan6.com/pileg/read/3765536/bawaslu-kabupaten-bogor-disebut-tak-serius-tanggapi-persidangan-dkpp, dilihat 17 Maret 2020.
7Dwiki, Ryan. (2018). Pengamat: Bawaslu Loloskan Caleg Napi Korupsi Bisa Picu MasalahURL: https://pemilu.tempo.co/read/1123039/pengamat-bawaslu-loloskan-caleg-napi-korupsi-bisa-picu-masalah , dilihat 17 Maret 2020.
8Suswantoro, Gunawan. (2016). Mengawal Demokrasi di Balik Tata Kelola Bawaslu & DKPPJakarta: Penerbit Erlangga.
 9Bawaslu. Tugas, Wewenang dan Kewajiban, URL:  https://www.bawaslu.go.id/id/profil/tugas- wewenang-dan-kewajiban, dilihat 15 Maret  2020.
10Pradana, Jaa. (2019). Jumlah Permohonan PHPU Menurun, Abhan: Kinerja Bawaslu MembaikURL: https://www.bawaslu.go.id/id/berita/jumlah-permohonan-phpu-menurun-abhan-kinerja-bawaslu-membaik, dilihat 15 Maret 2020.
11Bawslu Medan, Humas. (2019). Bawaslu Medan Tanda Tangani MoU Dengan FISIP UMSUURL: http://medan.bawaslu.go.id/?p=7606, dilihat 15 Maret 2020.

Reading Time:

Minggu, 24 November 2019

Lifestyle Blogger Medan - Bikin Kezel! Kena Tipu Kartu Internet 3
04.35 4 Comments

by ceritagadiskecil.com

Lifestyle Blogger Medan - Kartu perdana atau kartu paket internet telah menjadi kebutuhan sehari-hari. Hidup terasa hampa jika kuota internet tidak ada, begitulah kira-kira kalimat yang dapat menggambarkan betapa pentingnya kuota internet dalam kebutuhan sehari-hari.

Berbicara kartu paket internet, setiap kita tentunya telah memilih satu jenis kartu untuk berselancar di dunia maya.

Perusahaan kartu paket internet pun setiap harinya masih berlomba-lomba menawarkan berbagai jenis kartu paket internet. Mulai dari paket internet berisi empat giga sampai puluhan giga dengan harga yang bervariasi. Sahabat Gacil biasa menggunakan kartu paket internet apa? Apapun kartu paketnya, pasti sahabat Gacil punya alasan tersendiri mengapa memilih kartu paket itu dibandingkan kartu paket yang lain.

Berbicara tentang kartu paket, Gacil ingin berbagi sedikit kisah tentan kartu paket 3. Beberapa hari yang lalu, di area kampus ada seorang lelaki muda menawarkan kartu paket internet 3 seharga Rp.15.000 ia bilang isinya kuota internet sekitar 17 GB untuk satu bulan.

Kartu paket internet yang dijual

Siapa yang tidak tertarik? Dibandingkan harga normalnya, kita bisa hemat puluhan ribu karena harga normal bisa mencapai ratusan ribu. Tidak hanya itu, lelaki itu memberikan tawaran yang lebih menggiurkan. Beli 2 kartu paket internet bisa mendapatkan gratis 1 kartu paket dengan isi kuota yang sama.

Saat penawaran berlangsung, Gacil sedang bersama enam teman Gacil di area kampus. Setelah berunding, cieelah berunding macem sidang aja yak. Iya, setelah kompromi singkat akhirnya kami mengambil tawarannya. Kami berenam membeli enam kartu paket internet 3 yang katanya 17 GB itu hanya sekitar enam puluh ribu saja.

"Gak bohong ini kan bang? Awas kalau Abang bohong ya, masuk neraka Abang nanti," celetuk salah satu teman Gacil.

"Hust.. gak mungkinlah Abang itu bohong," sahut Gacil penuh keyakinan.

Setelah itu, kartu paket internet kami diregistrasi sama Abang penjualannya. Kemudian, ia meminta kami berfoto bersama dengan kartu paket yang telah dibeli. Saat itu, Gacil tidak ada kecurigaan apapun. Semua tampak biasa-biasa aja. Kemudian Abang itu pergi kembali mencari orang yang mau mengambil tawarannya.

Singkat cerita, teman-teman Gacil mulai pakai kartu Internet 3 yang katanya berisikan 17GB. Tau gak? Semua yang membeli kartu ini pada ngeluh, karena ternyata isi kuotanya bukan 17GB tapi hanya 2 GB. Itu kartu paket hanya bertahan satu hari aja, udah gitu jaringannya juga tidak setabil. Awalnya, Gacil tidak percaya sama testimoni teman-teman. Setelah Gacil pakai ternyata benar, Abang itu benar-benar bohong.

Hanya 2 GB bukan 17 GB

Huh, bikin kezel gak sih? Gacil sudah percaya penuh tapi diPHP-in sama Abang itu. Bukan perkara uang lima belas rebunya. Tapi, kepercayaan Gacil dan teman-teman yang sudah ia sia-siakan. Sahabat Gacil lebih berhati-hati ya kalau ada tawaran demikian. 

Ciri-ciri penjualnya itu, seorang laki-laki, tidak pakai tanda pengenal, membawa tas kecil, tinggi, hitam manis dan manis kali cara bicaranya.

Susah banget ya mempercayai orang yang baru dikenal jaman sekarang. Teknik marketingnya luar biasa bikin kesel orang lain. Sahabat Gacil ada yang pernah mengalami kejadian serupa? Sharing yuk di kolom komentar supaya menjadi pelajaran untuk sahabat Gacil yang lainnya.

#ceritagadiskecil

Reading Time:

Minggu, 07 April 2019

Lifestyle Blogger Medan - Hati-Hati dengan Hati
22.27 13 Comments
Hanya Menulis yang bisa membuatku lupa tentang hati yang luka

Sejak kemarin ingin sekali Gacil tulis tentang hal ini. Meluapkan seluruh rasa menjadi sebuah tulisan. Menjadi sebuah pembelajaran untuk kita semua. Berhati-hati dalam bersikap, berbicara dan bertanggung jawab atas segala sesuatunya. Tidak usah panjang lebar, Gacil ingin memulainya dari sebuah rasa ketidak adilan.

Memang Hanya Sebuah Nama

Nama memanglah hanya sebuah nama, namun nama adalah doa dari kedua orang tua yang dititipkan Allah, karena-Nya lah aku lahir di dunia ini. Diberi nama dan tumbuh menjadi besar. Nama asliku Peny Eriska, dalam menulis aku lebih suka dengan penulisan Venny Eriska. Kenapa? Karena ada trauma yang tak pernah kuceritakan kecuali sama mamak dan ayah. Entah kenapa, sejak membaca sebuah buku tentang terorisme, ingin sekali kubagikan dalam tulisan ini, hanya sebagai sebuah curhatan saja.

Sejak SD, SMP dan bahkan SMK aku tumbuh dengan rasa dan merasa tidak ada keadilan di lingkungan sekitar. Entah aku yang terlalu lebay, tapi itulah yang kualami. Entah berapa banyak dari mereka yang pernah hadir dalam hidupku meninggalkan luka, dan berbekas sampai saat ini. Entah berapa banyak luka yang sudah membekas. Aku lebih memilih diam, diam dan terus diam. Pada satu titik, aku tidak ingin diam.

Mulai dari hal kecil, nama PENY menjadi bully-an banyak orang. Entah apa yang ada dipikiran orang-orang itu. Hingga mereka melesatkan nama pemberian orang tuaku ini, menjadi sesuatu hal yang hina. Sering mereka memelesatkannya menjadi "PENIS" . Biarkan kali ini, aku menulis dengan kalimat frontal. Sudah tak tahan lagi dengan apa yang terjadi, hal sehina itu mereka sebutkan untuk memanggilku. Aku diam, bahkan mencoba acuh, tapi sampai saat ini, dan puncaknya ketika aku mengikuti sebuah workshop selama empat hari.

Di dalam kegiatan yang katanya, memahami pancasila, memahami toleransi, kedamaian dan entah apalah itu, yang membuatku semakin tak percaya adanya keadilan dan toleransi. Di sana, mungkin aku terlihat baik-baik saja. Namun, satu hal yang membuat aku merasa jijik berada di sana, ketika sebagain peserta lelaki yang melesetkan namaku menjadi PENIS, alat kelamin laki-laki yang tak selazimya disebutkan seperti itu. Pantaskah mereka? Orang-orang berpendidikkan, lebih dewasa dan kuanggap memiliki etika melakukan hal yang sama? Membuka lukaku kembali di masa SD, SMP dan SMK.

Hal yang kusesali, kenapa selalu saja dipertemukan dengan orang-orang seperti mereka? Orang-orang yang katanya tamatan sarjana, punya wawasan ini dan itu. Bahkan untuk menjaga hati orang lain dari hal kecil saja tidak bisa?

"Eh, kau dikenal sama kalangan anak cowok, namamu itu tambahin S," ujar salah satu peserta saat itu. Ingat, sangat ingat. Ingin sekali kucabekan muncungnya saat itu, aku masih diam.

Namun, saat kegiatan selesai, aku gak bisa diam saja. Aku utarakan, bertanya dan didengar seluruh peserta. "Bagaimana tanggapan kalian, jika dalam suatu kegiatan tentang toleransi, pancasila dan lain sebagainya. Masih saja ada yang melakukan bully nama?" lontarku dengan rasa marah yang memuncak. Tapi apa? Aku hanya ditertawakan, bahkan di antara mereka ada yang nyeletuk "Alah pengalaman dianya itu. Nama dianya tuh," namun tak ada satu pun panitia atau penyelenggara yang menengahi hal ini.

Aku tau, mungkin ini terlalu lebay bagi mereka. Aku masih ingat siapa orang-orangnya. Dendam? Ya! Ingin membalas? Tidak! Aku percaya, Allah akan membalasnya. Aku hanya ingin berbagi apa yang kurasakan. Tolong! siapapun kamu dengan siapapun kamu berbicara, apapun itu. Plis jangan pernah menyakitkan hati orang lain. Hati-Hati Dengan Hati. Terorisme dapat terjadi, salah satunya karena rasa sakit hati. Jangan pernah menumbuhkan benih dendam, amarah dan sakit di hati orang lain.  Its okey mungkin ini sudah takdir Allah. Sudah jadi jalanku selalu direndahkan.

#Ceritagadiskecil
Reading Time:

@itsvennyy